Telah dimuat di Malang Post
Judul
Buku : Bocah Muslim di Negeri James
Bond
Penulis : Imran Ahmad
Penerbit : Mizan
Cetakan
I : September 2009
Tebal : 466 halaman
Peresensi : Muhammad Rajab*
Penulisan buku ini
dilatarbelakangi oleh munculnya pemikiran manusia tentang sesuatu yang disebut
“Islam” sedang berperang dengan sesuatu yang disebut “Barat”. Dan sering kali
menurut penulis kita tergelincir untuk memihak ke salah satunya. Pasca
peristiwa 11 September 2001 Imran Ahamad, penulis buku ini, merasa frustasi
terhadap kenyataan bahwa muslim dan Islam dianggap sebagai representasi
teroris, yang kelihatannya sering disampaikan oleh media-media Barat. Setiap
orang Barat yang tak punya hubungan personal dengan orang muslim manapun akan
berasumsi bahwa semua muslim adalah orang-orang gila penuh kebencian yang
bersedia menjadi pengebom bunuh diri, penculik-penculik berdarah dingin, dan
penindas kaum perempuan.
Kesalahpahaman ini juga
terjadi sebaliknya. Di Negara-negara muslim sering terjadi unjuk rasa penuh
kebencian dan ancaman terhadap Barat, seolah-olah semua orang Barat bermaksud
ingin menghancurkan Islam. Buku ini merupakan sebuah tulisan memoar sang bocah
Muslim bernama Imran Ahmad. Dia bermaksud dengan buku ini ada “rehumanisasi”
antarsesama manusia.
Imran Ahmad dibesarkan
di tengah-tengah masyarakat London yang konon pada masanya rasisme lebih kuat
dibandingkan saat ini, dan dilengkapi juga dengan aneka materi dunia mode,
mobil, sekolah, serta gadis-gadis Eropa yang secara umum menurut Imran terlihat
menarik dan membuat penasaran. Bahkan kata Imran sendiri ketika harus
mengatakan mau, maka dialah yang akan berterika mengatakan “saya mau.”
Ceritanya
bermula pada tahun 1964, ketika berusia satu tahun, Imran Ahmad pindah ke
Inggris dari Pakistan, tanah kelahirannya, bersama orang tua dan adik-adiknya.
Sebagai imigran muslim yang hidup di tengah-tengah masyarakat Barat Kristen,
Imran mengalami banyak benturan budaya perlakuan rasial, daging babi, mimpi
berkencan dengan gadis pujaan, mobil Jaguar idaman, dan film James Bond.
Sosok
Imran adalah sosok seorang muslim yang canggung karena dibesarkan di luar
lingkungannya. Ia melakukan pencarian akan identitas dan kepercayaan, dan
sering terjebak dalam kebingungan multikultural. Kemudian Imran menulis memoar
tentang masa kecilnya hingga dewasa dengan kejujuran yang kocak dan bijak
tentang realitas budaya baru akibat era globalisasi dalam buku setebal 466
halaman ini.
Bagi
kita tidak mudah untuk hidup di tengah-tengah lingkungan yang berbeda dengan
lingkungan kita sebenarnya. Apalagi perbedaan lingkungan tersebut erat
kaitannya dengan masalah ideologi. Budaya, agama, dan ras yang berbeda tentunya
akan menjadi satu tantangan besar. Sehingga menyesuaikan diri dengan budaya dan
adat yang ada merupakan suatu tuntutan tanpa harus mengorbankan keyakinan yang
kita bawa.
Buku
yang berjudul Bocah Muslim di Negeri James Bond ini adalah gambaran
seorang bocah yang tahan hidup ditengah-tengah budaya dan ideologi yang berbeda
dengan ideologinya. Bayangkan seorang Imran harus berhadapan dengan kondisi sosial
budaya London yang sangat bertentangan denngan keyakinannya. Di sekitarnya
adalah orang-orang Kristen, dan budaya yang berkembang di sana adalah budaya
Hedonis. Satu keunikan yang luar biasa adalah dia mampu hidup di tengah-tengah
kondisi demikian tanpa mengorbankan keyakinan yang dianutnya.
Sejak
kecil dia sudah belajar di sekolah Kristen. Saat itu ia masuk taman kanak-kanak
di sekolah Hotham di Putney. Bangunan sekolahnya besar, terbuat dari bata merah
bergaya Victoria, dengan dua taman bermain beralas beton. Setiap hari Imran
mendengarkan cerita tentang Yesus yang hidup pada zaman dahulu kala.
Suatu hari dia
mendapatkan sebuah cerita yang sangat menginspirasi dirinya. Yaitu tentang
seorang anak yang pergi jauh dari keluarganya dengan tujuan untuk mendapatkan
kehidupan yang lebih baik. Kemudian dia terpakasa harus mengembala babi untuk
hidup, tapi dia sebagai pengembala tak memakan makanan yang terbuat dari babi
tersebut.
Kemudian Imran berpikir,
jika anak tadi mengembala babi, kenapa dia tidak memakan makanan yang berasal
dari babi saja?. Makanan yang dimaksud itu bernama Spam (daging kalengan
yang biasanya berasal dari babi) yang disajikan kepada Imran di sekolah. Kemudian
Ia berpikir, bahwa telur datang dari ayam, susu dari sapi. Kemudian Sang Bocah
Imran menyadari bahwa dirinya memang benar-benar berbeda dengan lingkungan dan
teman-temannya, baik sebagai orang asing maupun tidak beragama Kristen.
Sehingga akhirnya dia mengambil kesimpulan dari cerita di atas, bahwa memang
dirinya setiap hari dia disajikan cerita tentang Yesus, tapi dia menyatakan
bahwa walaupun demikian ia tidak harus percaya kepada ketuhanan Yesus.
Sambil sekolah Imran
juga mulai belajar Islam setiap hari minggu di sekolah Dasar Islam. Dan
akhirnya dia mempelajari sesuatu tentang Islam. Dia baru tahu bahwa umat Islam
meyakini al-Quran sebagai firman Tuhan yang suci dan sepenuhnya tiada
tandingannya, yang diturunkan kepada nabi Muhammad melalui malaikat Jibril. Dia
juga baru tahu bagaimana sejarah Islam pada awal kemunculannya. Saat itu Islam
muncul di tengah-tengah kondisi Arab yang jahiliyah. Anak perempuan
tidak dihargai dan setiap bayi perempuan yang lahir maka langsung dikubur
hidup-hidup, permusuhan antarsuku sangat kuat. Kemudian datang Islam dengan
membawa misi perdamaian dengan menyatukan suku-suku yang bermusuhan tersebut,
seperti suku Auz dan Khazraj, dan juga Islam kemudian mengangkat derajat
perempuan.
Dia juga belajar
tentang Yesus, dan ternyata Islam juga mengakui tentang adanya Yesus. Akan
tetapi, ada perbedaan teologis antara Yesus dalam Islam dan Yesus menurut
orang-orang Kristen. Islam juga mempercayai Musa, Ibrahim, dan nabi-nabi lain
yang diutus oleh Tuhan untuk kemaslahatan manusia.
Buku ini pada intinya
memberikan gambaran kepada kita tentang realitas budaya baru yang ada saat ini
akibat mengalirnya arus globalisasi. Dan buku ini mengajak kita untuk kembali
menanamkan ruh perdamaian di tengah-tengah kondisi masyarakat yang penuh
kebencian antara Islam dan Barat dengan munculnya stigma-stigma teroris dan
semacamnya. Sehingga terbitnya buku ini sangat relevan dengan kondisi umat
manusia saat ini. Untuk lebih dalam lagi bagaimana perjalanan Imran Ahmad dalam
mengarungi kehidupan di tengah-tengah budaya yang berbeda dengan keyakinannya,
kita bisa membaca lebih dalam lagi melalui buku ini. Menariknya lagi, denngan
menggunakan bahasa yang lugas buku ini mendeskripsikan kehidupan di Inggris
secara gambling, sehingga pembaca seakan-akan diantarkan untuk memahami seluk-beluk
kehidupan di Inggris.
*Peresensi adalah
Peneliti di Pusat Studi Islam (Forsifa)
Unmuh Malang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
kOMENTAR ANDA