Dimuat di Rimanews.com, 17/06/2012
Penulis : Julius
Pour
Penerbit : Buku
Kompas
Cetakan : 2011
Tebal : 290 halaman
Peresensi : Muhammad
Rajab*
Insiden di tengah Laut Arafuru Maluku yang lantas populer
sebagai peristiwa tenggelamnya Kapal Repubilk Indonesia (KRI) Matjan Tutul
mengait beragam persoalan dengan latar belakang yang sangat luas. Lebih dari sekedar amburadul-nya jalur
komando dalam Angkatan Bersenjata pada waktu itu, tetapi juga karena pemimpin
politik ternyata sering mendesakkan kebijakan pribadi, yang bisa saja justru
memotong rencana taktis dan teknis dari pemimpin militer.
Pertempuran
yang berlangsung 15 Janari 1962 itu berakhir dengan sangat mengenaskan. KRI
Matjan Tutul, KRI Matjan Kumbang, dan KRI Harimau terpaksa menghadapi tiga
kapal perang Belanda yang jauh lebih besar dan perkasa; Eversten, Kortenaer,
dan Utrecht. KRI Matjan Tutul yang ditumpangi Komodor Jos Soedarso dibombardir oleh
armada laut Belanda yang didukung pesawat terbang Neptune dan Firefly. Hal
inilah yang menyebabkan tenggelamnya KRI Mactjan Tutul, berikut gugurnya
Komodor Josaphat (Jos) Soedarso bersama 28 anak buahnya secara kesatrian dan
gagah berani, sementra dua kapal lainnya selamat. Menurut catatan Pusat Sejarah
dan Tradisi ABRI, KRI Matjan Tutul tenggelam pukul 21.40 waktu setempat, pada
lokasi 04.49 00 selatan-135.02 00 S. (hlm. 157)
Menurut
kesaksian Kelasi Njoman Toja – seorang saksi mata –, bahwa sebelum Matjan Tutul
tenggelam, Njoman melihat Komodor Jos segera mengambil corong radio serta
memberi perintah, “kobarkan semangat pertempuran.” Setelah perintah tersebut
keluar , kapal segera diamuk api, lidah api menjilat ke semua arah. Komodor Jos
berusaha merayap, masuk ke ruang komando dan tidak pernah keluar lagi, karena
kemudian terjadi ledakan dahsyat. Sebuah api raksasa langsung memancar, dan Matjan
Tutul sudah mulai terlihat miring yang akhirnya kemudian tenggelam. (hlm. 156)
Berdasarkan
catatan dalam buku ini, sebenarnya Ketiga kapal perang RI dan awaknya itu tidak
disiapkan untuk menghadapi kemungkinan pertempuran. Operasi infiltrasi ke Irian
Barat oleh Angkatan Laut RI adalah sebuah misi rahasia. Karenanya, aksi Satuan
Tugas Chusus atau STC-9 di bawah komando Kolonel (Laut) Sudomo itu sengaja
dilakukan diam-diam, di tengah malam buta.
Namun,
kenapa armada kapal perang Belanda tiba-tiba muncul mencegat, membuat
pertempuran laut di tengah malam itu tak bisa dihindari?. Penjelasan paling
logis, informasi rencana operasi rahasia itu bocor, sehingga AL Belanda bisa mengendus
rencana infiltrasi ini. Mungkin ada benarnya sinyalemen yang disampaikan
Komandan Kontingen Indonesia Kolonel Soedarto, ”…ada pengkhianatan tingkat
tinggi.”
Buku
yang ditulis oleh Julius Pour ini mengungkap berbagai misteri di sekitar
pertempuran Laut Arafuru, termasuk soal tokoh yang disebut-sebut sebagai
pengkhianat. Apa alasan Komodor Jos Soedarso ikut serta dalam operasi taktis
itu? Apa peran Kolonel (Udara) Omar Dani? Apa pula peran Deputi Operasi Kepala
Staf Angkatan Udaran (KSAU) dan Asisten Operasi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD)
Kolonel Moersjid dalam STC-9?. Semua itu adalah misteri. Untuk itu dengan
bahasa yang mengalir buku ini memberikan beberapa gambaran yang mengalir untuk
membantu menemukan jawaban misteri tersebut.
*Peresensi
adalah
Muhammad Rajab, Penikmat buku
tinggal di Malang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
kOMENTAR ANDA