Oleh:
Muhammad Rajab*
Beberapa
tahun terakhir ini Indonesia terus mengalami berbagai macam musibah. Kita
sama-sama telah menyaksikan berbagai macam musibah dan bencana yang ditayangkan
di media, baik cetak maupun elektronik. Salah satu musibah yang paling mutakhir
adalah tragedi tabrakan pesawat Sukhoi di Gunung Salak yang telah menewaskan 45
orang.
Pada hakikatnya setiap kejadian yang
terjadi di muka bumi ini adalah ketentuan Allah. Namun demikian bukan berarti
menafikan upaya manusia sebagai aktor yang berhadapan langsung dengan sebuah
kejadian tersebut. Demikian halnya dengan sebuah bencana atau musibah, semuanya
telah menjadi ketentuan Allah SWT. Allah SWT berfirman:
“Tidak
ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan
barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada
hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS.
at-Taghabun: 11)
Setiap
manusia tidak akan pernah terhindar dari musibah sebagai bentuk ujian Allah
kepada mereka. Hal ini juga telah diisyaratkan Allah dalam al-Quran. “Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun.” (QS.
al-Baqarah: 155)
Abu Ja’far at-Thobari dalam
tafsirnya mengatakan bahwa ayat tersebut mengingatkan kita kepada peristiwa
musibah atau ujian yang telah diberikan kepada rasul Muhammad dan para
sahabatnya, yang mana mereka diuji dengan ujian yang sangat dahsyat. Dan bahwa
siapa saja yang mengikuti jejak mereka akan mendapatkan ujian sebagaimana
mereka diuji sesuai dengan tingkat keimanan masing-masing orang.
Kemudian Allah SWT mengabarkan keberuntungan
bagi orang yang sabar dalam menghadapi musibah tersebut. Yaitu orang yang
berserah diri kepada Allah SWT dengan tetap melakukan upaya untuk keluar dari
musibah tersebut.
Allah SWT tidak akan memberikan
ujian atau cobaan di luar batas kemampuannya. Semakin kuat imannya maka semakin
besar pula ujian yang diberikan kepadanya. Sehingga kesabaran dan
ketabahan atas ujian tersebut adalah
ukuran tingkat keimanan. Semakin sabar seseorang maka semakin tinggi pula
keimanannya, tapi sebaliknya semakin tidak sabar maka semakin rendah pula imannya.
Musibah dan ujian yang diberikan
kepada kita saat ini tidak sedahsyat ujian yang ditimpakan kepada orang-orang
muknmin salafussholeh dari pendahulu kita, di mana mereka ditimpa dengan
berbagai siksaan yang bahkan dapat mengancam jiwa mereka. Allah SWT berfirman,
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang
kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka
ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan
bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman
bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah,
sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. al-Baqarah: 214)
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW
bersabda:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ
كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ
سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ
خَيْرًا لَهُ
“Sangat
menakjubkan urusan seorang mukmin, jika
dikaruniai kebaikan ia bersyukur, dan itu baik baginya. Dan jika ditimpa
kesusahan ia bersabar, dan itu baik baginya.” (HR. Muslim).
Dalam setiap fenomena kejadian yang
menimpa kita sebenarnya Allah SWT ingin tahu siapa di antara kita yang paling
baik amal dan sikapnya dalam menghadapinya. Di antara manusia ada yang dengan
ujian itu tambah dekat kepada Allah SWT. Demikian juga, ada yang dengan cobaan yang diberikan Allah tersebut tambah
jauh dari Allah SWT.
Dalam
al-Quran surat al-Mulk ayat 2 Allah menjelaskan, “(Dia-lah) Yang
menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
Selain sebagai sebuah ujian, bencana
atau musibah yang menimpa umat manusia juga bisa saja merupakan sebuah adzab
atau peringatan dari Allah atas perbuatan yang telah dilakukannya. Misalnya,
terjadinya bencana alam dan kerusakan lain di muka bumi ini merupakan akibat
dari tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab.
Perbuatan dosa dan kekufuran manusia
terhadap Allah dan Rasulnya adalah penyebab utama datangnya adzab Allah SWT.
Katakanlah kita melihat kepada peristiwa-peristiwa yang terjadi dengan
umat-umat sebelum Nabi Muhammad yang ingkar kepada Allah dan nabi mereka. Salah
satu contohnya adalah kaum Nuh yang dihancurkan oleh Allah SWT karena
keingkaran mereka dan tidak mau ikut terhadap ajaran Nuh as. Mereka
ditenggelamkan oleh Allah di dalam air bah yang sangat besar. Demikian halnya
yang terjadi dengan kaum Luth, Sholeh, dan kaum-kaum lain yang telah
dihancurkan oleh Allah SWT karena kesombongan mereka.
Allah SWT berfirman: “Telah
nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. ar-Ruum: 41)
Dalam makna ini, maka musibah
merupakan akibat dari ulah perbuatan manusia itu sendiri. Contoh lain,
terjadinya banjir yang disebabkan oleh masyarakat yang membuang sampah di sungai,
penebangan pohon secara liar dan lainnya. Akibatnya, ketika datang hujan maka banjir
tak dapat terhindarkan. Hal ini menunjukkan bahawa sunnatullah atau kita
kenal dengan kausalitas (hukum sebab akibat) benar-benar terjadi. Dalam pepatah
dikatakan, barang siapa menanam, maka ia yang akan memanen hasilnya.
Terlepas apakah musibah dan benacana yang
terjadi adalah ujian atau adzab dari Allah SWT, kita sebagai seorang muslim
dituntut untuk bersikap positif dalam menyikapi segala macam bentuk musibah
tersebut. Dengan sikap positif ini diharapkan mampu untuk membalikkan musibah
tersebut menjadi sebuah rahmat yang bermanfaat bagi kita.
Salah
satu sikap positif tersebut adalah sabar. Memang bersifat sabar tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Namun demikian bukan berarti berhenti untuk
terus berusaha menyabarkan diri dalam menerima musibah tersebut. Karena pada
hakikatnya dalam kondisi susah dan terdesak itulah kesempatan kita untuk
bersikap sabar sangat besar. Allah berfirman: “Hai
orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu,
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS.
al-Baqarah: 153)
Sikap sabar tersebut tetap harus
diiringi usaha dengan mengeluarkan segenap kemampuan untuk keluar dari musibah yang menimpanya. Setelah
berusaha maka langkah selanjutnya adalah doa dan tawakkal kepada Allah SWT agar
semua musibah tersebut dapat segera berakhir. Allah SWT berfirman: “Mintalah
pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang
demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (QS.
al-Baqarah: 45)
Adapun doa tertimpa musibah yang
bisa dibaca adalah,
إِنَّا
لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ، اَللَّهُمَّ أُجُرْنِيْ فِيْ مُصِيْبَتِيْ
وَأَخْلِفْ لِيْ خَيْرًا مِنْهَا
“Sesungguhnya
kami milik Allah dan kepada-Nya kami akan kembali. Ya Allah! Berilah pahala
kepadaku atas musibah ini dan gantilah untukku dengan yang lebih baik (dari
musibahku).”
Semoga kita tetap diberi kesabaran
oleh Allah SWT atas setiap musibah yang menimpa kita. Dan semoga bangsa
Indonesia yang saat ini tengah ditimpa bencana besar, baik bencana alam maupun
bencana moral dengan cepat mudah terselesaikan dan segera keluar dari bencana
tersebut. Wallahua’lam bissawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
kOMENTAR ANDA