Minggu, 01 November 2009

PENDIDIKAN DAN EKONOMI BANGSA


Oleh: Muhammad Rajab*
Profesor Toshiko Konisuta, guru besar Waseda Unibersity Jepang, dalam suatu kesempatan bergengsi mengemukaakan, bahwa sember daya manusia (SDM) Indonesia sangat lemah untuk mendukung perkembangan ekonomi dan indutri. Hal ini disebabkan karena pendidikan tidak diletakkan sebagai panglima. Selama ini dari para polikus dan masyarakat awam hanya berorentasi untuk memperkaya diri sendiri dan tidak pernah berpikir panjang. (Sismono: 2006)
Kritikan tersebut tak mungkin dikemukakan tanpa sebab yang jelas. Karena pada kenyataannya Indonesia benar-benar mengalami krisis multidimensional. Krisis yang sudah bertahun-tahun menggerogoti bangsa. Yang berawal dari krisis moneter hingga akhirnya menjalar ke seluruh aspek kehidupan bangsa Indonesia. Bahkan krisis moral pun sudah mulai merajalela di berbagai penjuru Indonesia.
Padahal Indonesia terkenal dengan kekayaan sumber daya alam (SDA). Akan tetapi hal itu menjadi percuma jika Indonesia tidak mempunyai SDM yang bagus dan mumpuni. Sebab untuk mengelola SDA yang ada tersebut dibutuhkan manusia yang benar-benar kompeten dan professional dan mempunyai kemampuan yang mantap. Sementara SDM yang ada di Indonesia saat ini sangat lemah.
Maka jika ada yang bertanya, di manakah letak kekuatan suatu bangsa?. Maka tak salah jika sebagian ada yang mengatakan, kekuatan terbesar terletak pada kualitas SDM nya. Khususnya di era globalisasi yang selalu penuh dengan persaingan antarnegara. Karena saat itu wilayah bukanlah pembatas seseorang untuk mengakses berbagai macam informasi dan semua mempunyai kebebasan untuk mengembangkan potensi dirinya di manapun berada.
Indonesia selama ini masih terbelakang di beberapa bidang di berbagai Negara. Lihatlah laporan Human Development Index (HDI) Indonesia yang dibuat oleh United Nation Development Programme (UNDP) tahun 2005 yang dikutip Sismono, Indonesia ditempatkan pada peringkat 110 dari 177 negara, di bawah Vietnam, Filipina, Thailand, Malaysia, Brunai dan Singapore yang sesame Negara ASEAN. Vietnam berada di urutan 108, Filipina urutan ke-84, Thailand urutan ke-73, Malaysia urutan ke-61, Brunai Darussalam urutan ke-33, dan Singapore urutan ke-25.
Data HDI ini diukur dari indeks pendidikan, indeks kesehatan dan indeks perekonomian. Artinya bahwa faktor pendidikan menjadi faktor tepenting yang menentukan HDI Indonesia. Memang benar pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Misalnya data Depdiknas tahun 2005 tentang angka putus sekolah yang mencapai 1.122.742 anak dan angka buta aksara di Indonesia mencapai 15.414.211 orang.
Data di atas menunjukkan akan lemahnya pendidikan Indonesia. Yang jelas hal itu akan membawa pengaruh terhadap peradaban bangsa Indonesia itu sendiri, khususnya dalam perubahan moral sosial dan ekonomi masyarakatnya. Menurut Arifin (2007), pendidikan merupakan faktor yang paling efektif untuk perubahan sosial manakala pendidikan masyarakat tersebut ditingkatkan, diefektifkan, dikonstruksi dengan baik. John Dewey juga mengungkapkan hal yang sama, pendidikan adalah metode fundamental untuk memajukan dan memperbarui masyarakat.

Penentu ekonomi
Bukan berarti orang yang berijazah tinggi di sini akan memperoleh ekonomi yang layak. Akan tetapi yang dimaksud pendidikan di sini, pendidikan yang bermakna luas, baik pendidikan formal, non formal maupun informal dan bukan hanya terbatas pada pendidikan di sekolah. Hal ini memang perlu dipahamkan kepada masyarakat, karena selama ini banyak orang yang menganggap pendidikan hanya terbatas pada pendidikan formal di sekolah saja. Padahal pendidikan formal tidak terlalu signifikan dalam menentukan tarif ekonomi yang layak ketika sudah kerja.
Kebanyakan masyarakat yang sukses dalam memnempuh kariernya dalam bisnis adalah mereka yang benar-benar banyak memanfaatkan waktu luangnya untuk belajar di luar sekolah. Sebab, untuk membangun ekonomi yang baik tidak terlalu mengandalkan kecerdasan intelgensi (IQ), akan tetapi lebih banyak pada kecerdasan emosionalnya (EQ).
Dalam teori pendidikan juga disebutkan bahwa ranah pendidikan bukan hanya pada pengembangan IQ saja. Seperti yang diungkapkan oleh Bloom, bahwa ada tiga ranah yang perlu dicapai oleh pendidik, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Teori yang sama juga dikatakan oleh Ary Ginanjar, ada tiga kecerdasan manusia yang perlu dikembangkan dan masing-masing mempunyai peran yang signifikan dalam pengembangan potensi dirinya, yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ).
Dalam dunia kerja, kecerdasan IQ bukanlah andalan satu-satunya yang dibutuhkan. Akan tetapi lebih pada penkeanan kecerdasan emosional dan spiritualnya. Dalam hal ini seseorang dituntut untuk mempunyai pengalaman yang banyak dalam hal bisnis (berdagang) demi membangun ekonomi yang layak di masa depan.
Menurut Djohar (dalam Jamila: 2007) bahwa berdasarkan penelitian, pendidikan selama ini baru berada pada taraf pengembangan kemmpuan kognitif, yang sifatnya mengembangan fungsi reproduktif. Pendidikan belum mampu membangun etos kerja, jati diri dan percaya diri, untuk menghadapi masalah-masalah yang nyata di masayakat.
Hal ini juga terbukti dengan adanya Ujian Akhir Nasional (UAN) yang mengedepakan nilai-nilai nominal (angka) yang tertulis di atas kertas saja. Kelulusan siswa ditentukan oleh tinggi rendahnya nilai ujian akhirnya. Padahal ujian yang demikian hanya menyentuh aspek kognitifnya saja. Ironis lagi, tak jarang ditemukan kecurangan-kecurangan dalam mengerjakan soal-soal UAN, misalnya guru memberikan jawaban kepada siswanya. Yang demikian itu tentunya dapat merusak nilai-nilai kemandirian siswa dalam enyelesaikan sebuah masalah, sehingga pada akhirnya dapat berefek pada masa depan siswanya, khususnya dalam ekonomi.
Untuk membangun ekonomi yang baik di masa depan, saat ini bangsa membutuhkan pendidikan kemandirian. Dengan pendidikan kemandirian terhadap siswa diharapkan di masa depan ia tidak bergantung kepada orang lain dalam menyelesaikan suatu masalah dan dalam mengembangan kualitas ekonomi bangsa. Sehingga potensi SDA Indonesia yang melimpah tidak disia-siakan dan diberikan kepada orang lain (orang asing). Dan pemerintah seharusnya lebih memperhatikan kembali pendidikan bangsa, dan mempioritaskan pendidikan di antara aspek-aspek yang lain, karena pendidikan adalah penentu kualitas ekonomi di masa depan.

*Penulis,
Jurnalis Koran Bestari Unmuh Malang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kOMENTAR ANDA