Sabtu, 24 Januari 2009

APLIKASI ‘NLP’ DALAM PENDIDIKAN

Oleh: Muhammad Rajab*
Sekitar tahun 1970-an, Richard Bandler lulus dari Universitas Calivornia Santra Cruz sebagai sarjana matematika. Waktunya banyak dihabiskan untuk bermain dengan kerumitan komputer dan fisika. Sehingga tak heran, jika banyak orang yang menjulukinya “anak ajaib” di bidang komputerisasi. Namun, dia ternyata mempunyai minat lain yaitu psikologi. Dia senang dan terdorong untuk mempelajari psikologi karena terilhami dari sahabt-sahabatnya yang ahli terapi yaitu, Milton Eriction, Fritz Perls dan Virginia Satir. Kemudian dia mengadakan penelitian dengan menjadikan sahabat-sahabatnya tersebut sebagai objek penelitiannya. Dan pada akhirnya menemukan bahwa ketiga ahli terapi tersebut telah menemukan kebiasaan-kebiasaan dan tingkah laku yang mnghasilkan prestasi luar biasa.
Setelah mempelajari pola-pola tingklah laku yang diperbuat oleh mereka, Richard Bandler berusaha mencoba untuk membuat modelnya. Dia menjiblak strategi-strategi pribadi dan tingkah laku, lalu mencobanya pada beberapa orang lain. Ternyata hasilnya sangat memuaskan. Penemuannya menjadi landasan Neuro-Linguistic Programming (NLP), atau bisa disebut juga dengan Program Pembentukan Manusia Sempurna.
Adapun definisi NLP sendiri banyak perbedaan, di antaranya adalah yang dikatakan oleh Carol Harris penggagas elemen-elemen dasar NLP, NLP adalah keingintahuan, panduan pemikiran, pembelajaran hakikat pengalaman, dan perangkat lunak otak. Sedangkan menurut Steve Andreas bahwa NLP merupakan studi tentang kesempurnaan manusia. Cara untuk lebih sering menunjukkan aksi terbaik, pendekatan bernas dan praktis dalam mengubah diri. Yang lain juga ada yang mengatakan bahwa NLP adalah teknologi baru pencetak prestasi.
Walaupun banyak perbedaan dalam beberapa definisi di atas, namun kita bisa kembali kepada makna dasar NLP itu sendiri. Menurut Dr. Ibrahim Elfiky bahwa difinisi yang lebih ilmiah dari NLP adalah Neuro, mengacu ke sistem saraf kita, corong penghubung lima indra kita. Linguistic, kemampuan alami berkomunikasi secara verbal dan non verbal. Verbal mengacu pada pilihan-pilihan kata dan frase yang mencerminkan dunia mentalitas kita. Non verbal berkaitan dengan “bahasa sunyi” seperti postur, gerak-gerik dan tingkah laku. “Bahasa sunyi” melahirkan gaya berfikir dan kepercayaan. Programming, Mengacu pada pola berpikir, perasaan dan tingkah kita. Perilaku dan kebiasaan keseharian kita dapat diganti dengan perilaku dan kebiasaan baru yang lebih positif.
Dari beberapa perbedaan definisi di atas kita tidak boleh menyalahkan satu sama lain, semuanya benar karena yang terpenting di sini adalah bagaimana membentuk kepribadian yang handal dan menciptakan prestasi, baik dengan menguatkan mental dan memperbaiki cara berkomnusikasi melalu NLP ini.
Namun, untuk mengaplikasikan NLP sendiri kita perlu tahu asumsi-asumsi dasar NLP tersebut. Karena dengan adanya asumsi-asumsi dasar tersebut, kita akan mengetahui dan mempunyai pegangan serta satandar yang bisa dijadian patokan dalam bergerak dalam dunia pendidikan, baik bagi guru maupun peserta didik.
Menurut Elfiky (2006) bahwa asumsi-asumsi dasar dari NLP adalah (1) menghormati orang lain membentuk dirinya, (2) peta bukanlah wilayah, (3) selalu ada maksud baik dari setiap tingkah laku, (4) tidak ada orang yang kaku hanya komunikator kurang fleksibel, (5) makna komunikasi adalah respon yang anda peroleh, (6) seseorang dengan fleksebelitas akan mampu mengontrol dirinya, (7) tak ada kegagalan, hanya umpan balik yang kurang tepat, (8) Setiap pengalaman memiliki strukturnya sendiri, (9) Jika kita mengubah struktur dengan sendirinya struktur akan berubah, (10) manusia mempunyai dua tingkatan komunikasi, sadar dan bawah sadar, (11) semua orang mempunyai sumber-sumber yang cukup guna mengubah diri ke arah yang lebih positif. Sumber-sumber tersebut berada di pengalaman masa lalu masing-masing. (12) tubuh dan pikiran saling mempengaruhi, (13) jika sesuatu mungkin bagi seseorang, maka hal itu juga mungkin bagi yang lain, (14) saya bertanggung jawab tentang pikiran saya, oleh kaena itu saya juga bertanggung jawab atas hasil yang saya peroleh.
Dari beberapa asumsi dasar tersbut, diharapkan bisa memberikan satu pegangan dan sandaran yang bisa diterapkan dalam dunia pendidikan. Dengan bersandar pada beberapa asumsi tersebut kita bisa mengetahui apa yang harus kita pikirkan, kerjakan dan rencanakan untuk ke depannya demi pengembangan kualitas pendidikan yang ada pada setiap lembaga pendidikan atau pengembangan kualitas dan potensi diri secara mandiri (individual quality).
Penerapan NLP tersebut dalam pendidikan dimaksudkan agar dapat mengubah paradigma dan cara pandang serta metode pembelajaran yang selama ini kurang dapat menyentuh dan tidak dapat mengubah kualitas peserta didik secara maksimal. Karena yang selama ini terjadi adalah cara mengajar guru di dalam kelas cenderung membosankan.
Jika kita melihat kepada makna dan maksud dari kata per kata yang terdapat dalam asumsi-asumsi dasar NLP tersebut, maka kita akan menemukan satu paradigma baru yang dapat dikembangkan dalam pendidikan. Misalnya, asumsi kedua bahwa peta bukanlah wilayah. Maksudnya adalah untuk membetuk diri menjadi yang lebih baik, atau dalam belajar suatu ilmu tidak ada batasan ruang dan waktu, di manapun dan kapanpun kita harus tetap belajar. Ketika hal ini dipahamkan kepada peserta didik, maka mereka akan mempunyai cara pandang baru bahwa belajar tidak cukup di dalam ruangan kelas.
Misalnya lagi pada asumsi yang ke tiga belas bahwa jika sesuatu itu mungkin bagi seseorang, maka hal itu juga mungkin bagi yang lain. Di dalam asumsi ini jelas bahwa tak ada sesuatu yang tidak mungkin asalkan mau berusaha dan bekerja keras. Kita melihat orang yang pintar dan ahli dalam bidang tertentu, kita juga bisa melakuakan itu, tentunya dengan usaha dan bekerja keras untuk mencapai hal tersbut.
Tidak hanya dua asumsi dasar NLP tersebut yang dapat kita ambil untuk kita terapkan dalam pendidikan kita. Akan tetapi semua asumsi tersebut dapat diaplikasikan dalam pembelajran dan dijadikan prinsip-prinsip dasar pendidikan kita. Ini diharapkan dapat mengubah dan meningkatkan kualitas peserta didik. Sehingga bangsa yang selama ini kualitas pendidikannya berada di bawah bisa terangkat.
Bagi seorang guru harus bisa dan paham tentang konsep ini. Jika tidak dia akan bertindak dan mengajar semaunya sendiri tanpa memperhatikan kebutuhan peserta didiknya. Selain itu guru harus selalu menanamkan asumsi-asumsi dasar NLP tersbut kepada peserta didik.
Jika prinsip-prinsip ini sudah tertanam dalam diri anak, maka anak akan selalu kreatif dan inovatif dalam menciptakan hal-hal yang baru sesuai dengan kemampuannya. Dengan kreativitas tersebut anak akan selalu bangga dan berfikir maju serta selalu berusaha untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Selain itu, jika prinsip ini tertanam pada diri setiap peserta didik, maka guru tidak perlu susah-susah dalam mengajak dan mengajar mereka. Karena mereka sudah punya spirit yang kuat (a strength spirit) untuk maju secara mandiri. Guru hanya tinggal mengingatkan dan mengarahkan anak terhadap apa yang mereka butuhkan ke depannya.
Akan tetapi satu hal yang perlu diingat bahwa metode pengajaran yang digunakan oleh guru dalam menerapkan NLP ini tidak boleh sama dengan metode pembelajaran seperti orang dahulu yang cenderung menitikberatkan semua materi pada guru dan tidak ada kontribusi murid di dalamnya kecuali hanya mendengarkan saja apa yang disampaikan oleh guru di depan kelas. Pendekatan yang sangat cocok menurut hemat penulis untuk digunakan dalam menerapkan NLP ini adalah konsep pendidikan modern yaitu CTL (Contextual Teaching And Learning).
Karena di dalam konsep ini mempunyai tiga prinsip dasar yang sangat mirip dengan NLP, yaitu pertama, prinsip kesaling-bergantungan. Maksudnya di sini bukan kita bergantung kepada orang lain, tapi yang dimaksud adalah bahwa manusia dengan manusia yang lain dan dengan alam mempunyai hubungan. Dengan ini akan tercipta kretivitas yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dan lingkungannya.
Kedua, prinsip diferensiasi. Maksudnya adalah bahwa setiap orang mempunyai satu perbedaan dengan yang lain. Setiap mereka mempunyai kesempatan yang sama untuk membentuk dirinya sendiri. Ketiga, Prinsip pengaturan diri. Ini maknanya bahwa setiap orang mempunyai potensi untuk mengatur dirinya sendiri menjadi yang lebih baik.

*Penulis adalah Penggiat dan Pengamat Pendidikan tinggal di Malang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kOMENTAR ANDA