Senin, 23 November 2009

ISLAM PEWARIS SAINS MODERN


Judul buku : Ilmuwan-Ilmuwan Muslim Pelopor Hebat di Bidang Sains Modern
Penulis : Ehsan Masood
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan pertama : 2009
Tebal : 183 halaman

Oleh: Muhammad Rajab*
Dimuat di Harian Malang Post, 15 November 2009

Islam di abad pertengahan mengalami kemajuan peradaban yang luar biasa. Sehingga dapat dikatakan zaman tersebut adalah zaman keemasan Islam. Pasalnya, Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat itu menjadi kebanggaan umat Islam seluruh dunia. Bahkan tokoh Barat pun mengakui akan kemajuan peradaban Islam saat itu.
Salah satu pengakuan tersebut disampaikan oleh Pangeran Charles dalam pidatonya di Oxford University, 27 Oktober 1993. Dia mengatakan, “bila ada banyak kesalahpahaman di dunia Barat tentang hakikat Islam, maka banyak juga ketidaktahuan tentang utang kebudayaan dan peradaban kita kepada dunia Islam. Saya rasa ini adalah kegagalan yang berakar dari ditutupnya sejarah yang kita warisi selama ini”. (halaman 1)
Warisan sains Islam zaman pertengahan yang paling dikenal hingga saat ini sistem angka Arab. Sistem Angka yang juga digunakan di negara-negara barat ini mengalahkan sistem angka Romawi. Namun buku yang ditulis oleh Ehsan Masood ini menunjukkan bahwa sains Islam jauh lebih hebat dari hanya sistem Angka, dan bahkan sangat berpengaruh sehingga menjadi dasar sains Eropa Barat yang muncul belakangan.
Al-Khawarizmi, Ibnu Sina, Al-Zarqali, dan masih banyak lagi ilmuwan muslim lainnya begitu terkenal di dunia ilmiyah Eropa karena karena karya-karya mereka menjadi acuan sains Eropa. Buku al-Qanun Fi al-Thibb karya Ibnu Sina menjadi standar sejumlah universitas di Eropa selama berabad-abad. Buku al-Kitab al-Mukhtasar Fi Hisab al-Jabr Wal Muqabala karya Al-Khawarizmi menjadi dasar aljabar modern.
Dalam buku yang berjudul Science and Islam A Histoy oleh Ehsan Masood yang diterjemahkan menjadi Ilmuwan-Ilmuwan Muslim Pelopor Hebat di Bidang Sains Modern ini memperlihatkan mengapa imperium Islam berhasil memajukan sains sehingga menghasilkan karya-karya yang menakjubkan bahkan untuk ukuran masa kini. Dan lewat buku ini pula kita bisa mengetahui bahwa keyakinan agama dan ajaran agama bisa menjadi pendorong kemajuan sains Islam dalam banyak disiplin Ilmu.
Penulis buku ini memandang bahwa kemajuan Islam saat itu dipengaruhi oleh pandangan umat Islam terhadap sains modern. Yang mana ketika itu Islam mempunyai hubungan yang erat dengan sains modern. Kebutuhan agamalah yang telah membantu perkembangan pengetahuan yang baru. Dan saat berbagai sains mulai berkembang, para pemuka agamalah yang mendorong para ilmuwan pertama untuk menggunakan standar yang sama untuk membuktikan keabsahan hasil karya ilmiyahnya.
Hal ini kemudian dibuktikan dengan kemajuan Islam yang dahsyat saat itu dalam bidang sains modern yang saat ini banyak dikembangkan oleh Barat. Sebagai contoh adalah ahli fisika yang tinggal di Kairo bernama Ibnu al-Nafis telah menemukan sirkulasi paru-paru, pada abad ke-13. Insinyur Andalusia Abbas bin Firnas telah menemukan teori penerbangan dan diyakini telah melakukan percobaan terbang yang sukses enam abad sebelum Leonardo menciptakan ornitopternya yang terkenal. Dan di Kufah, Irak, Jabir bin Hayyan (dilatinkan menjadi Geber) adalah seorang yang meletakkan dasar-dasar ilmu kimia sekitar 900 tahun sebelum Boyle.
Lalu ada juga Hasan Ibnu al-Haitsam ahli fisika eksperimental abad ke-11 yang memperbaharui pemahaman kita mengenai indera penglihatan dan diakui menjadi pelopor penciptaan alat penangkap gambar (camera obscura) selain menulis dan meneliti pergerakan planet.
Selain itu, dalam buku yang diterjemahkan oleh Fahmy Yamani ini kita juga akan bertemu dengan para pelindung atau yang mendorong para ilmuwan tersebut untuk berkarya. Kalifah dan gubernur seperti Al-Ma’mun dan Dinasti Abbasiyah Sunni dan Al-Hakim dari Dinasti Fatimiyah Syi’ah yang memerintah Kairo mulai tahun 996 samapai 1021 M. Dan masih banyak lagi penguasa yang memperkerjakan para penasehat sains pribadi, membangun perpustakaan dan observatorium dan bahkan secara langsung mengambil bagian dalam berbagai percobaan sains.
Tenryata tidak hanya di bidang sains Islam berkembang saat itu, Islam juga mengalami kemajuan dalam hal pemikiran yang semuanya sebenarnya memberikan pengaruh terhadap pemikian umat Islam sehingga umat Islam bisa maju di berbagai aspek. Misalnya, muncul pemikir dan ahli agama bernama Abu Hamid Al-Gazali yang menulis polemik sangat terkenal, Tahafut al-Falasifah (Kerancuan Para Filsuf). Dan banyak lagi pemikir Islam seperi Ibnu Rusyd, Alfarabi, Ibnu Khaldun dan lain sebagainya.
Buku yang ditulis oleh Ehsan Masood ini hakekatnya membongkar hutang Barat terhadap dunia Islam yang berupa sains modern. Pasalnya, pasca perang Salib buku-buku umat Islam dihancurleburkan oleh kaum Kristiani kemudian mereka mengambil buku-buku yang terkait dengan ilmu pengetahuan dan sains dan dikembangkan di dunia Eropa.
Selain itu, buku ini juga berusaha memberi pencerahan kepada umat Islam sekarang, bahwa Islam sebenarnya sangat akrab dengan ilmu pengetahuan. Pasalnya, umat Islam saat ini banyak yang memandang sebelah mata terhadap ilmu pengetahuan dan sains modern. Mereka lebih senang kalau hanya berdiam diri di masjid beribadah kepada Allah daripada melakukan penelitian-penelitian yang memberikan pencerahan kepada seluruh manusia. Padahal ibadah tidak hanya diam di masjid, melakukan penelitian pun yang dilakukan untuk kepentingan masyarakat termasuk dari bagian ibadah.
Menariknya, buku yang menjelaskan gambaran keemasan imperium Islam abad pertengahan ini disertai denga bukti-bukti gambar atau foto sejarah yang menjadi penguat pembahasannya. Dan Pembaca akan lebih dalam lagi mengetahui akan kejayaan Islam dengan menelaah buku ini secara komprehensip. Sehingga, sudah selayaknya buku ini menjadi konsumsi umat Islam sekarang, baik dari kalangan akademisi atau masyarakat luas.

*Peresensi adalah
Peneliti di Pusat Studi Islam FORSIFA Universitas Muhammadiyah Malang

Kamis, 05 November 2009

SYAIR KHALIL GIBRAN

"...pabila cinta memanggilmu... ikutilah dia walau jalannya berliku-liku... Dan, pabila sayapnya merangkummu... pasrahlah serta menyerah, walau pedang tersembunyi di sela sayap itu melukaimu..." (Kahlil Gibran)

"...kuhancurkan tulang-tulangku, tetapi aku tidak membuangnya sampai aku mendengar suara cinta memanggilku dan melihat jiwaku siap untuk berpetualang" (Kahlil Gibran)

"Tubuh mempunyai keinginan yang tidak kita ketahui. Mereka dipisahkan karena alasan duniawi dan dipisahkan di ujung bumi. Namun jiwa tetap ada di tangan cinta... terus hidup... sampai kematian datang dan menyeret mereka kepada Tuhan..." (Kahlil Gibran)

"Jangan menangis, Kekasihku... Janganlah menangis dan berbahagialah, karena kita diikat bersama dalam cinta. Hanya dengan cinta yang indah... kita dapat bertahan terhadap derita kemiskinan, pahitnya kesedihan, dan duka perpisahan" (Kahlil Gibran)
"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana... seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu... Aku ingin mencintaimu dengan sederhana... seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada..." (Kahlil Gibran)
"Jika cinta tidak dapat mengembalikan engkau kepadaku dalam kehidupan ini... pastilah cinta akan menyatukan kita dalam kehidupan yang akan datang" (Kahlil Gibran)

"Apa yang telah kucintai laksana seorang anak kini tak henti-hentinya aku mencintai... Dan, apa yang kucintai kini... akan kucintai sampai akhir hidupku, karena cinta ialah semua yang dapat kucapai... dan tak ada yang akan mencabut diriku dari padanya" (Kahlil Gibran)

"Kemarin aku sendirian di dunia ini, kekasih; dan kesendirianku... sebengis kematian... Kemarin diriku adalah sepatah kata yang tak bersuara..., di dalam pikiran malam. Hari ini... aku menjelma menjadi sebuah nyanyian menyenangkan di atas lidah hari. Dan, ini berlangsung dalam semenit dari sang waktu yang melahirkan sekilasan pandang, sepatah kata, sebuah desakan dan... sekecup ciuman" (Kahlil Gibran)

“KITAB KUNING” BERBICARA SEKS


Judul buku : Fiqh Seksualitas; Panduan Islam dalam Berhubungan Intim Menurut
Kitab Kuning
Penulis : Abdul Wahid Shomad
Penerbit : Insan Madani
Cetakan : Agustus 2009
Tebal : 222 halaman

Oleh: Muhammad Rajab*

Buku yang ditulis oleh Abdul Wahid Shomad ini merupakan sebuah jawaban terhadap perkembangan permasalahan kehidupan, khususnya dalam bidang seksualitas. Penulis di sini lebih memaknai seks bukan hanya pada hubungan intim suami isteri saja, akan tetapi lebih pada bagaimana hubungan antara dua gender yang berbeda yakni antara laki-laki dan perempuan pra dan pasca menikah.
“Kitab kuning” yang selama ini diidentikkan dengan pembahasan masalah-masalah klasik, seperti ritualitas seorang hamba dalam hubungannya dengan Tuhan-Nya, ternyata anggapan tersebut tidak bisa dikatakan benar secara utuh. Pasalnya, “kitab kuning” juga ternyata berbicara tentang hubungan seseorang dengan lawan jenis. Buku ini berusaha mengungkap sebuah data yang didapat melalui kajian pustaka oleh penulis tentang pandangan “kitab kuning” tentang seks.
Permasalahan seks merupakan sebuah permasalahan yang sekarang menjadi hangat di telinga masyarakat. Pasalnya, Indonesia sering kali dihadapkan dengan kasus-kasus perilaku asusila yang dilakukan pra nikah oleh para remaja. Free sex sudah menjadi hal yang tidak asing lagi di tengah-tengah mereka.
Salah satu yang menjadi pembahasan buku ini adalah bagaimana idealnya hubungan seseorang pra nikah. Kaitannya dengan pacaran maka buku ini memandang bahwa pacaran bisa boleh dan bisa juga tidak boleh, bergantung pada bagaimana seseorang memaknai pacaran. Kalau pacaran dimaknai hanya dengan ungkapan cinta atau kasih sayang tanpa melakukan tindakan-tindakan yang melanggar aturan agama, seperti pegangan tangan, berpelukan dan semacamnya, maka pacaran dalam konteks ini boleh-boleh saja. Akan tetapi jika pacaran dimaknai atau dilaksanakan dalam bentuk luapan cinta yang diungkapkan melalui pegangan tangan, ciuman, pelukan, atau bahkan hubungan seksual (intim) maka yang demikian itu adalah yang tidak diharamkan.
Sebelum melakukan ikatan pernikahan, Islam menganjurkan para pemeluknya untuk melihat (nadhar) terhadap calon pasangannya. Seorang laki-laki yang hendak ingin menikah dengan wanita, maka laki-laki tersebut dianjurkan untuk melihat si wanita calonnya tersebut. Walaupun batasan melihat di sini terdapat banyak perbedaan pendapat.
Bagi laki-laki yang sudah siap untuk melakukan pernikahan, maka Islam sangat menganjurkannya untuk segera menikah. Pasalnya, hal itu akan dapat membentengi dirinya dari perbuatan zina. Dalam hal ini penulis buku ini mengklasisfikasikan zina itu ada dua macam, yaitu zina kering dan zina basah. Zina kering adalah perbutan zina yang dilakukan oleh seseorang melalui pandangan anggota badannya selain dengan kehormatannya. Sedangkan zina basah adalah zina yang dilakukan dengan hubungan intim sebelum melakukan ikatan pernikahan.
Ulama mengklasifikan hukum nikah kepada beberapa bagian. Nikah bisa menjadi wajib, sunnah, makruh atau bahkan haram, tergantung pada kondisi seseorang tersebut. Namun, pada dasarnya hukum nikah adalah mubah (boleh). Menurut Prof. Dr. Muhammad Abu Zahroh, mubah adalah sesuatu yag pada asalnya tidak berkonsekuensi pahala atau dosa bila dikerjakan atau tidak dikerjakan. Akan tetapi kembali ke awal, jika dilihat dari aspek eksternal nikah bisa berubah hukum seperti di atas.
Terlepas dari beberapa hukum nikah di atas, ada beberapa hikmah atau manfaat yang bisa diambil dari adanya ikatan pernikahan. Secara umum hikmah menikah adalah melestarikan bumi (regenerasi manusia), dalam Islam regenerasi manusia harus diwujudkan melalui pernikahan. Namun secara khusus hikmah menikah menurut Abdul Wahid adalah pertama, meningkatkan populasi manusia yang akan mempermudah proses pemenuhan kebutuhan hidup dan pembangunan di muka bumi dengan semangat kebersamaan hidup.
Kedua, untuk mempermudah pembangunan dan pelestarian planet bumi, karena menikah manusia dapat berkembang biak. Ketiga, Mempermudah dalam mengatur kehidupan keluarga yang merupakan asal dari kehidupan masyarakat di seluruh dunia. Keempat, Membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan biologisnya, agar bisa berbagi rasa menumpahkan rasa cinta bersama lawan jenisnya. Kelima, Menjaga keturunan manusia, yang di dalamnya juga menjaga hak waris karena agama tidak suka jika ada orang yang tidak diketahui keturunan atau asal usulnya. (halaman 59)
Buku Fiqh Seksualitas; Panduan Hubungan Islam dalam Berhubungan Intim Menurut Kitab Kuning ini juga tak hanya membahas hubungan antarlawan jenis pra nikah. Akan tetapi lebih detail lagi menjelaskan tentang huungan suami-isteri. Aspek seksualitas merupakan sorotan utama buku ini dalam menjalankan hubungan rumah tangga. Tentunya yang dijelaskan di sini adalah prespektif Islam.
Misalnya, buku ini memandang bahwa hubungan seksual (hubungan intim) antara suami isteri merupakan salah satu bagian yang menjadikan hubungan suami isteri tersebut harmonis. Pasalnya, banyak perselingkuhan terjadi hanya gara-gara tidak mendapatkan kenyamanan di antara suami isteri.
Ada juga pembahasan penting yang mungkin ini sebagai bentuk tambahan wawasan bagi para pembaca yaitu hukum nikah beda agama. Buku ini menyajikan perbedaan pendapat para ulama, baik ulama klasik maupun ulama kontemporer tentang nikah beda agama. Untuk lebih konprehensif dalam memhami permasalahan-permasalahan di atas, Anda bisa membaca buku ini lebih mendalam. Yang pada intinya buku ini mengajak kita untuk memahami bahwa ternyata Islam mengatur semua aspek kehidupan, termasuk di dalamnya masalah seks. Sehingga buku ini sangat cocok untuk dibaca oleh setiap kalangan, khususnya bagi mereka yang ingin menjalankan hubungan rumah tangga.

*Peresensi adalah
Peneliti pada Pusat Studi Islam (FORSIFA) dan
Kabid Keilmuan IMM FAI Unmuh Malang

Senin, 02 November 2009

CARA BUAT POWER POINT YANG BAIK


Membuat power point dalam presentasi harus menarik, tipsnya adalah:
1. Buka power powint dengan mengklik STAR + MICROSOF OFFICE + MICROSOF POWER POINT
2. Membuat slide dalam power point yang variatif dan tidak monotone
3. Menambah gambar-gambar yang sesuai dengan tema yang akan dipresentasikan
4. Menandai kata-kata penting dengan menggunakan warna yang berbeda dengan warna tulisan lainnya, atau dengan memblok atau huruf kapital sendiri. Intinya dibedakan dari bentuk tulisan yang lain.
5. Menambah dengan musik yang sesuai dengan tema yang disampaikan
6. kalau perlu beri hiburan-hiburan seperti film klib yang bisa menyegarkan suasana dalam presentasi.

Minggu, 01 November 2009

PENDIDIKAN DAN EKONOMI BANGSA


Oleh: Muhammad Rajab*
Profesor Toshiko Konisuta, guru besar Waseda Unibersity Jepang, dalam suatu kesempatan bergengsi mengemukaakan, bahwa sember daya manusia (SDM) Indonesia sangat lemah untuk mendukung perkembangan ekonomi dan indutri. Hal ini disebabkan karena pendidikan tidak diletakkan sebagai panglima. Selama ini dari para polikus dan masyarakat awam hanya berorentasi untuk memperkaya diri sendiri dan tidak pernah berpikir panjang. (Sismono: 2006)
Kritikan tersebut tak mungkin dikemukakan tanpa sebab yang jelas. Karena pada kenyataannya Indonesia benar-benar mengalami krisis multidimensional. Krisis yang sudah bertahun-tahun menggerogoti bangsa. Yang berawal dari krisis moneter hingga akhirnya menjalar ke seluruh aspek kehidupan bangsa Indonesia. Bahkan krisis moral pun sudah mulai merajalela di berbagai penjuru Indonesia.
Padahal Indonesia terkenal dengan kekayaan sumber daya alam (SDA). Akan tetapi hal itu menjadi percuma jika Indonesia tidak mempunyai SDM yang bagus dan mumpuni. Sebab untuk mengelola SDA yang ada tersebut dibutuhkan manusia yang benar-benar kompeten dan professional dan mempunyai kemampuan yang mantap. Sementara SDM yang ada di Indonesia saat ini sangat lemah.
Maka jika ada yang bertanya, di manakah letak kekuatan suatu bangsa?. Maka tak salah jika sebagian ada yang mengatakan, kekuatan terbesar terletak pada kualitas SDM nya. Khususnya di era globalisasi yang selalu penuh dengan persaingan antarnegara. Karena saat itu wilayah bukanlah pembatas seseorang untuk mengakses berbagai macam informasi dan semua mempunyai kebebasan untuk mengembangkan potensi dirinya di manapun berada.
Indonesia selama ini masih terbelakang di beberapa bidang di berbagai Negara. Lihatlah laporan Human Development Index (HDI) Indonesia yang dibuat oleh United Nation Development Programme (UNDP) tahun 2005 yang dikutip Sismono, Indonesia ditempatkan pada peringkat 110 dari 177 negara, di bawah Vietnam, Filipina, Thailand, Malaysia, Brunai dan Singapore yang sesame Negara ASEAN. Vietnam berada di urutan 108, Filipina urutan ke-84, Thailand urutan ke-73, Malaysia urutan ke-61, Brunai Darussalam urutan ke-33, dan Singapore urutan ke-25.
Data HDI ini diukur dari indeks pendidikan, indeks kesehatan dan indeks perekonomian. Artinya bahwa faktor pendidikan menjadi faktor tepenting yang menentukan HDI Indonesia. Memang benar pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Misalnya data Depdiknas tahun 2005 tentang angka putus sekolah yang mencapai 1.122.742 anak dan angka buta aksara di Indonesia mencapai 15.414.211 orang.
Data di atas menunjukkan akan lemahnya pendidikan Indonesia. Yang jelas hal itu akan membawa pengaruh terhadap peradaban bangsa Indonesia itu sendiri, khususnya dalam perubahan moral sosial dan ekonomi masyarakatnya. Menurut Arifin (2007), pendidikan merupakan faktor yang paling efektif untuk perubahan sosial manakala pendidikan masyarakat tersebut ditingkatkan, diefektifkan, dikonstruksi dengan baik. John Dewey juga mengungkapkan hal yang sama, pendidikan adalah metode fundamental untuk memajukan dan memperbarui masyarakat.

Penentu ekonomi
Bukan berarti orang yang berijazah tinggi di sini akan memperoleh ekonomi yang layak. Akan tetapi yang dimaksud pendidikan di sini, pendidikan yang bermakna luas, baik pendidikan formal, non formal maupun informal dan bukan hanya terbatas pada pendidikan di sekolah. Hal ini memang perlu dipahamkan kepada masyarakat, karena selama ini banyak orang yang menganggap pendidikan hanya terbatas pada pendidikan formal di sekolah saja. Padahal pendidikan formal tidak terlalu signifikan dalam menentukan tarif ekonomi yang layak ketika sudah kerja.
Kebanyakan masyarakat yang sukses dalam memnempuh kariernya dalam bisnis adalah mereka yang benar-benar banyak memanfaatkan waktu luangnya untuk belajar di luar sekolah. Sebab, untuk membangun ekonomi yang baik tidak terlalu mengandalkan kecerdasan intelgensi (IQ), akan tetapi lebih banyak pada kecerdasan emosionalnya (EQ).
Dalam teori pendidikan juga disebutkan bahwa ranah pendidikan bukan hanya pada pengembangan IQ saja. Seperti yang diungkapkan oleh Bloom, bahwa ada tiga ranah yang perlu dicapai oleh pendidik, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Teori yang sama juga dikatakan oleh Ary Ginanjar, ada tiga kecerdasan manusia yang perlu dikembangkan dan masing-masing mempunyai peran yang signifikan dalam pengembangan potensi dirinya, yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ).
Dalam dunia kerja, kecerdasan IQ bukanlah andalan satu-satunya yang dibutuhkan. Akan tetapi lebih pada penkeanan kecerdasan emosional dan spiritualnya. Dalam hal ini seseorang dituntut untuk mempunyai pengalaman yang banyak dalam hal bisnis (berdagang) demi membangun ekonomi yang layak di masa depan.
Menurut Djohar (dalam Jamila: 2007) bahwa berdasarkan penelitian, pendidikan selama ini baru berada pada taraf pengembangan kemmpuan kognitif, yang sifatnya mengembangan fungsi reproduktif. Pendidikan belum mampu membangun etos kerja, jati diri dan percaya diri, untuk menghadapi masalah-masalah yang nyata di masayakat.
Hal ini juga terbukti dengan adanya Ujian Akhir Nasional (UAN) yang mengedepakan nilai-nilai nominal (angka) yang tertulis di atas kertas saja. Kelulusan siswa ditentukan oleh tinggi rendahnya nilai ujian akhirnya. Padahal ujian yang demikian hanya menyentuh aspek kognitifnya saja. Ironis lagi, tak jarang ditemukan kecurangan-kecurangan dalam mengerjakan soal-soal UAN, misalnya guru memberikan jawaban kepada siswanya. Yang demikian itu tentunya dapat merusak nilai-nilai kemandirian siswa dalam enyelesaikan sebuah masalah, sehingga pada akhirnya dapat berefek pada masa depan siswanya, khususnya dalam ekonomi.
Untuk membangun ekonomi yang baik di masa depan, saat ini bangsa membutuhkan pendidikan kemandirian. Dengan pendidikan kemandirian terhadap siswa diharapkan di masa depan ia tidak bergantung kepada orang lain dalam menyelesaikan suatu masalah dan dalam mengembangan kualitas ekonomi bangsa. Sehingga potensi SDA Indonesia yang melimpah tidak disia-siakan dan diberikan kepada orang lain (orang asing). Dan pemerintah seharusnya lebih memperhatikan kembali pendidikan bangsa, dan mempioritaskan pendidikan di antara aspek-aspek yang lain, karena pendidikan adalah penentu kualitas ekonomi di masa depan.

*Penulis,
Jurnalis Koran Bestari Unmuh Malang

TKI DAN PELUANG KERJA DALAM NEGERI


Oleh: Muhammad Rajab*

Kasus kekerasan terhadap tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia kini terjadi lagi. Kekerasan kali ini menimpa Modesta Rengga Kaka yang diiris telinganya dan bahkan gajinya selama 19 bulan belum dibayarkanTKW. Padahal belum satu bulan kasus serupa menimpa Siti Hajar asal Limbang Barat RT 02/05, Limbangan Garut Jawa Barat. Kekerasan yang dilakukan oleh majikan Siti Hajar, Michelle di Lanai Kiara Condominium, Jl Kiara 3 Bukit Kiara Kuala Lumpur tersebut sudah berkali-kali, kebetulan baru terungkap sekarang. Menurut pengakuan Siti, ia bekerja untuk majikannya itu sejak 2 Juli 2006 dan tidak digaji sehingga pada Senin (8/6) dini hari ia melarikan diri dari majikannya dengan menumpang taksi dan minta diantar ke Kedutaan Besar RI setelah sempat bersembunyi di pepohonan di dekat kondominium.
Kasus kekerasan di atas merupakan salah satu contoh penganiayaan yang dilakukan oleh para majikan TKI kita di luar Negeri. Belum lagi kekerasan yang dilakuakan oleh majikan TKI di luar negara Malaysia, seperi Arab Saudi dan lainnya. Lain halnya dengan kekerasan terhadap TKI yang belum terungkap, karena tidak menutup kemungkinan masih banyak kasus kekerasan yang belum terungkap. Hal ini melihat banyaknya TKI Indonesia yang ada di luar. Misalkan saja, di Malaysia jumlah tenaga kerja asing yang bekerja di Malaysia tercatat 1,8 juta orang. Sementara 60 persen atau 1,2 juta orang berasal dari Indonesia. Sedangkan jumlah TKI di Saudi Arabia pada tahun 2007 sebanyak 626.895 orang dan 2,55% di antaranya bekerja di sektor formal sedangkan pada 2008 jumlah TKI formal telah naik menjadi 4,52%.
Coba sekarang kita sebagai bangsa Indonesia introspeksi diri, kenapa warga kita lari keluar negeri hanya untuk mencari pekerjaan, apalagi pekerjaannya hanya sebagai kuli bangunan atau sebagai pembantu rumah tangga saja?. Pertanyaan ini selayaknya direnungkan oleh kita, khususnya para pemimpin negeri ini.
Setidaknya ada beberapa hal penting menurut saya kenapa warga Indonesia lari ke luar negeri hanya untuk mendapatkan pekerjaan. Pertama, minimnya lapangan kerja yang ada. Hal ini terlihat dari besarnya angka pengangguran di Indonesia. Ironisnya, pengangguran di Indonesia sudah menjadi ancaman di ASEAN, di mana kontribusi Indonesia pada angka pengangguran di wilayah itu sudah mencapai 60%. Bayangkan, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Februari 2009 mencapai 9,26 juta atau 8,14 persen dari total angkatan kerja.
Adapun jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2009 mencapai 113,74 juta orang, bertambah 1,79 juta orang dibanding Agustus 2008 yang mencapai 111,95 juta orang, sedangkan dibanding Februari 2008 bertambah 2,26 juta. Sementara, penduduk yang bekerja mencapai 104,49 juta orang, bertambah 1,94 juta orang dibanding Agustus 2008, atau bertambah 2,44 juta orang dibanding setahun sebelumnya 102,05 juta orang.
Kedua, Upah (gaji) yang diberikan kepada pekerja atau karyawan di perusahaan sangat sedikit, khususnya kepada kaum buruh. Hal ini juga yang memicu pelarian warga Indonesia untuk bekerja di luar negeri sebagai TKI. Pasalnya, gaji di Indonesia untuk karyawan lebih sedikit dibandingkan dengan gaji yang ada di luar negeri. Apalagi melihat harga-harga bahan pokok semakin melonjak tinggi.
Kita seharusnya merasa malu kepada bangsa asing khususnya negeri Jiran Malaysia, karena di Indonesia sumber daya alam (SDA) sangat melimpah. Tapi mengapa lapangan kerja sangat sedikit, dan kenapa warga Indonesia lari ke Malaysia untuk mencari pekerjaan. Hal ini tentu menunjukkan akan lemahnya SDM Indonesia, sehingga tidak bisa mengelola kekayaan alamnya sendiri.
Kelemahan ini bertahun-tahun kurang disadari oleh bangsa Indonesia, hingga akhirnya banyak dampak negatif yang terjadi terhadap warga negara Indonesia, khususnya yang ada di luar negeri sebagai TKI. Mereka mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi dari penduduk negeri asing, seperti pemukulan, penyiksaan, pemerkosaan dan tindakan anarkis lainnya.
Maka sudah saatnya bangsa Indonesia sadar diri akan kelemahan yang ada. Dan tentunya bukan hanya sekedar sadar tanpa ada usaha untuk memperbaiki ekonomi bangsa. Akan tetapi harus diimplementasikan dalam tindakan nyata di tengah-tengah masyarakat, seperti penyediaan lapangan kerja yang memadai. Namun, ironisnya, para pemimpin kita terkadang lupa diri terhadap permasalahan-permasalahan negeri ini karena sibuk mengurus politiknya.
Kasus kekerasan yang terjadi terhadap TKW Siti Hajar tersebut setidaknya menjadi pelajaran berharga bagi pemimpin kita. Paling tidak para pemimpin negeri ini membuka mata hati melihat rakyat yang saat ini sangat membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Mereka (para TKI) menangis dan disiksa di luar sana, sementara para pemimpin kita duduk santai di ruangan ber-AC sibuk mengurusi kekuasaan, akhirnya hak rakyat menjadi terabaikan.
Adapun jika pemerntah mau memperketat para TKI untuk kerja di Malaysia atau di negara lainnya, maka pemerintah harus benar-benar mampu menangani kasus pengangguran dan yang ada di dalam negeri. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Jika tidak, maka rakyat miskin dan yang tidak mendapatan pekerjaan akan merintih nangis. Hal ini perlu sangat diperhatikan.
Hal terperting dalam menangani agar masyarakat Indonesia tidak lari ke luar negeri dan menjadi TKI di sana adalah penyediaan lapangan pekerjaan harus mnyeluruh. Atau bisa dengan memberikan modal kepada rakyat untuk mengembangkan usaha secara mandiri dan berkelanjutan. Jika tidak, maka jangan saahkan kalau penduduk negeri yang tidak mendapatkan pekerjaan di dalam negeri lari dan menjadi TKI di luar.

*Penulis adalah,
Pengamat Sosial dan Peneliti di Bestari Unmuh Malang, Jawa Timur