Sabtu, 24 Januari 2009

PENDIDIKAN MORAL DAN KEMAJUAN BANGSA

Oleh: Muhammad Rajab*

Baik dan buruknya suatu bangsa bisa dilihat dari kondisi pemudanya. Jika pemudanya baik, maka baiklah kondisi bangsa tersebut. Sebaliknya, jika pemudanya rusak, maka rusaklah bangsa tersebut. Karena di tangan pemudalah kunci perbaikan suatu bangsa. Dialah yang akan meneruskan perjuangan generasi terdahulu. Di atas pundaknya ada tanggung jawab yang berat.
Untuk mempersiapkan generasi yang benar-benar mampu mengemban amanah bangsa, maka Pendidikanlah merupakan satu-satunya cara yang tepat untuk menggembleng para generasi penerus supaya siap menjadi pemimpin di masa yang akan datang dan mampu memghadapi tantangan globalisasi dan modernisasi. Baik itu melalui lembaga pendidikan formal ataupun non formal.
Agar dengan pendidikan, anak dan pemuda bangsa bisa menjadi orang-orang yang siap menjadi pemimpin dan sanggup menghadapi tantangan globalisasi dan modernisasi baik lahir maupun batin. Maka hendaknya pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas keilmuan, skill dan moral anak. Tetapi yang harus menjadi prioritas utama adalah pembentukan moral. Dalam artian bahwa beberapa aspek pendidikan yang lain tidak boleh ditnggal, sebab aspek satu dengan lainnya saling berhubungan. Karena bagaimanapun juga pendidikan moral tetap membutuhkan keilmuan dan skill yang baik.
Orang yang pintar dari segi intelektual dan skillnya sering kita jumpai. Tetapi, sedikit sekali kita menemukan di antara mereka yang memiliki moral yang baik. Tidak jarang juga kita dengar dari berbagai media tentang pejabat dan pemimpin yang tersangka kasus korupsi. Itu merupakan salah satu akibat dari lemahnya pendidikan moral yang diberikan kepada mereka. Bukankah mereka orang-orang yang pintar dan cerdas?, bukankah mereka orang-orang yang berpendidikan jika ditinjau dari segi akademiknya?. Yang menjadi permasalahan di sini adalah nilai-nilai moralitas yang ada pada dirinya sangat minim, sehingga ia berani menghianati rakyat dan anggotanya.
Belum lagi para remaja dan pemudanya. Kasus-kasus kriminal yang dilakukan oleh remaja sering kita dengar, termasuk juga penggunaan obat-obat terlarang. Yang paling mengenaskan lagi adalah anak kecil sudah mulai berani mencoba-coba untuk melakukan tindak amoral ini. Kita lihat Jumlah pengguna narkoba di kalangan pelajar, baik pelajar Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, maupun Sekolah Menengah Atas sudah semakin mengkhawatirkan. Menurut data dari Badan Narkotika Nasional (BNN), tercatat sekitar 83 ribu pelajar mengkonsumsi narkoba.
Adapun angka terbaru dari Badan Narkotikan Nasional (BNN) pada penyalahgunaan narkoba di tingkat SD menunjukan angka yang mencengangkan, yakni mencapai 3.853 kasus. Jumlah tersebut hanya terhitung sampai bulan Juni 2007. Dari bulan Juli 2007 sampai Februari 2008 belum dihitung.
Menurut data yang lain bahwa di DKI Jakarta rasio narapidana kasus narkoba mencapai 60 persen atau sekitar 4.068 dari total 6.742 narapidana. Ini belum termasuk narapidana yang dipenjara karena tindak kriminal yang dilatarbelakangi kecanduan narkoba. Kasus-kasus tersebut yang terdata sedemian besarnya, apalagi yang masih belum diketahui.
Sedangkan Menurut Mangku Pastika, angka yang paling banyak terjadi penyalahgunaan narkoba adalah di tingkat SLTA. Sampai pada bulan Juni 2007 saja penyalahgunaan pada pelajar berseragam abu-abu putih ini sudah mencapai angka 22.225 kasus. Sementara di tingkat pelajar SLTP angka penyalahgunaan narkoba mencapai 6.853 kasus.
Semua kasus yang terjadi tersebut merupakan akibat dari kurangnya pendidikan moral yang diberikan kepada anak. Sehingga tanpa pertimbangan yang lebih lanjut, mereka berani nekad berbuat tindak amoral dan asosila tersebut.
Dan Kasus-kasus tersebut menjadi tantangan besar bagi bangsa Indonesia ke depan. Bisa saja ke depan bangsa ini bukannya maju moralnya, akan tetapi malah ambruk dan tambah rusak. Itu semua bergantung pada kita sebagai generasi penerus bangsa. Selain itu, para praktisi pendidikan mempunyai tanggung jawab moral untuk meningkatkan kualitas moral para peserta didiknya.
Pendidikan tidak hanya dilaksanakan melalui lembaga-lembaga formal saja, seperti sekolah pada umumnya, akan tetapi proses pendidikan bisa dilaksanakan dengan menggunakan sarana yang lain. Karena ruang lingkup pendidikan tidak hanya di sekolah. Di dalam ilmu pendidikan ada tiga ruang lingkup pendidikan, yaitu keluarga, sekolah dan lingkungan (masyarakat), yang biasa dikenal dengan istilah “Tri pusat pendidikan”. Dengan demikin proses pendidikan bisa dilaksanakan dengan melalui tiga ruang lingkup tersebut dan tidak terpusat pada sekolah saja. Dan antara ketiga ruang lingkup tersebut harus ada sinergi yang kuat dan baik.
Keluarga sebagai ruang lingkup pertama pendidikan anak sebelum ia menginjak pendidikan sekolah, mempunyai tanggung jawab besar terhadap pendidikan moral anak. Orang tua sebagai pelaku pendidikan di lingkup ini harus bisa mengajarkan nilai-nilai moralitas yang baik terhadap anaknya. Selain dari itu, orang tua juga harus mampu memberikan teladan yang baik terhadap mereka. Karena kecenderungan anak untuk meniru apa yang ia lihat dari sekitarnya itu lebi besar debandingkan dengan melakukan nasehat orang tua. Bahkan ia menganggap apa yang pertama ia lihat sebagai sesuatu yang ideal bagi dirinya. Dalam lingkup ini peran orang tua adalah sangat besardalam pembentukan karakter anak.
Adapun sekolah sebagai ruang lingkup pendidikan kedua yang dilalui oleh anak, juga memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan keilmuan dan moral anak. Oleh karena itu, selain mengajarkan ilmu-ilmu teori dan skill, seorang guru di sekolah hendaknya bisa mengajarkan moralitas yang baik terhadap anak didiknya. Pendidikan moral yang dilakukan oleh seorang guru bisa dengan cara mengajarkan secara langsung tentang moral-moral yang baik, ataupun dengan memberikan contoh yang baik terhadap anak didiknya. Yaitu dengan menampilkan perilaku yang mengandung nilai-nilai moralitas yang baik, dan hendaknya guru menjauhkan dari perbuatan yang kontradiktif. Artinya, ucapan guru harus sesuai dengan tindakan yang ia tampilkan dalam kehidupannya, terutam dalam lingkup sekolah. Karena ucapan dan tindakan seorang guru akan menjadi sorotan utama bagi anak didiknya di lingkungan sekolah.
Antara keluarga di rumah dan guru di sekolah harus terjalin sinergi yang baik. Agar bisa terbentuk sinergi yang baik, maka hendaknya antara keduanya bisa ,menjalin komunikasi yang sehat dan baik. Dengan komunikasi yang baik antara keduanya, orang tua di rumah bisa mengetahui kondisi anaknya di sekolah. Begitu juga sebaliknya, seorang guru bisa mengetahui keadaan anak didiknya di rumah. Dengan ini, maka kontrol pendidikan bisa berjalan dengan lancar. Ketika terjadi suatu masalah, maka dengan mudah kedua pihak bisa menyelesaikan masalah tersebut.
Kedua pihak tersebut juga dituntut untuk mampu mngontrol pergaulan anak dengan teman-temannya di lingkungan masyarakat. Sebagi ruang lingkup ketiga bagi pendidikan lingkungan juga memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembngan anak. Maka dari itu, kontrol orang tua di rumah terhadap pergaulan anak dengan temannya sangat penting. Ini juga tidak lepas dari peran guru di sekolah, hendaknya guru juga bisa mengontrol pergaulan anak didiknya, terutama di lingkungan sekolah.
Dengan adanya sinergi yang baik antarketiga ruang lingkup tersebut dalam pembentukan moral anak, maka hasil dari pendidikan tersebut akan lebih nampak jelas. Sebab, moral anak di sekolah, di rumah dan di masyarakat dapat dikontrol dengan baik.
Sehingga dengan demikian, dapat terbentuk satu generasi penerus bangsa yang benar-benar mempunyai moral yang baik, serta kualitas intelektual dan skill yang baik pula. Yang pada akhirnya akan membawa bangsa Indonesia menuju bangsa yang maju dan berkembang di segala biodang serta terlepas dari jeratan krisis multidimensi.

*Penulis adalah Mahasiswa UMM, Malang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kOMENTAR ANDA