Rabu, 25 Januari 2012

MEMOAR BOCAH MUSLIM DI LONDON


Telah dimuat di Malang Post
Judul Buku      : Bocah Muslim di Negeri James Bond
Penulis             : Imran Ahmad
Penerbit           : Mizan
Cetakan I        : September 2009
Tebal               : 466 halaman
Peresensi         : Muhammad Rajab*
Penulisan buku ini dilatarbelakangi oleh munculnya pemikiran manusia tentang sesuatu yang disebut “Islam” sedang berperang dengan sesuatu yang disebut “Barat”. Dan sering kali menurut penulis kita tergelincir untuk memihak ke salah satunya. Pasca peristiwa 11 September 2001 Imran Ahamad, penulis buku ini, merasa frustasi terhadap kenyataan bahwa muslim dan Islam dianggap sebagai representasi teroris, yang kelihatannya sering disampaikan oleh media-media Barat. Setiap orang Barat yang tak punya hubungan personal dengan orang muslim manapun akan berasumsi bahwa semua muslim adalah orang-orang gila penuh kebencian yang bersedia menjadi pengebom bunuh diri, penculik-penculik berdarah dingin, dan penindas kaum perempuan.
Kesalahpahaman ini juga terjadi sebaliknya. Di Negara-negara muslim sering terjadi unjuk rasa penuh kebencian dan ancaman terhadap Barat, seolah-olah semua orang Barat bermaksud ingin menghancurkan Islam. Buku ini merupakan sebuah tulisan memoar sang bocah Muslim bernama Imran Ahmad. Dia bermaksud dengan buku ini ada “rehumanisasi” antarsesama manusia.
Imran Ahmad dibesarkan di tengah-tengah masyarakat London yang konon pada masanya rasisme lebih kuat dibandingkan saat ini, dan dilengkapi juga dengan aneka materi dunia mode, mobil, sekolah, serta gadis-gadis Eropa yang secara umum menurut Imran terlihat menarik dan membuat penasaran. Bahkan kata Imran sendiri ketika harus mengatakan mau, maka dialah yang akan berterika mengatakan “saya mau.”
            Ceritanya bermula pada tahun 1964, ketika berusia satu tahun, Imran Ahmad pindah ke Inggris dari Pakistan, tanah kelahirannya, bersama orang tua dan adik-adiknya. Sebagai imigran muslim yang hidup di tengah-tengah masyarakat Barat Kristen, Imran mengalami banyak benturan budaya perlakuan rasial, daging babi, mimpi berkencan dengan gadis pujaan, mobil Jaguar idaman, dan film James Bond.
            Sosok Imran adalah sosok seorang muslim yang canggung karena dibesarkan di luar lingkungannya. Ia melakukan pencarian akan identitas dan kepercayaan, dan sering terjebak dalam kebingungan multikultural. Kemudian Imran menulis memoar tentang masa kecilnya hingga dewasa dengan kejujuran yang kocak dan bijak tentang realitas budaya baru akibat era globalisasi dalam buku setebal 466 halaman ini.
            Bagi kita tidak mudah untuk hidup di tengah-tengah lingkungan yang berbeda dengan lingkungan kita sebenarnya. Apalagi perbedaan lingkungan tersebut erat kaitannya dengan masalah ideologi. Budaya, agama, dan ras yang berbeda tentunya akan menjadi satu tantangan besar. Sehingga menyesuaikan diri dengan budaya dan adat yang ada merupakan suatu tuntutan tanpa harus mengorbankan keyakinan yang kita bawa.
            Buku yang berjudul Bocah Muslim di Negeri James Bond ini adalah gambaran seorang bocah yang tahan hidup ditengah-tengah budaya dan ideologi yang berbeda dengan ideologinya. Bayangkan seorang Imran harus berhadapan dengan kondisi sosial budaya London yang sangat bertentangan denngan keyakinannya. Di sekitarnya adalah orang-orang Kristen, dan budaya yang berkembang di sana adalah budaya Hedonis. Satu keunikan yang luar biasa adalah dia mampu hidup di tengah-tengah kondisi demikian tanpa mengorbankan keyakinan yang dianutnya.
            Sejak kecil dia sudah belajar di sekolah Kristen. Saat itu ia masuk taman kanak-kanak di sekolah Hotham di Putney. Bangunan sekolahnya besar, terbuat dari bata merah bergaya Victoria, dengan dua taman bermain beralas beton. Setiap hari Imran mendengarkan cerita tentang Yesus yang hidup pada zaman dahulu kala.
Suatu hari dia mendapatkan sebuah cerita yang sangat menginspirasi dirinya. Yaitu tentang seorang anak yang pergi jauh dari keluarganya dengan tujuan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Kemudian dia terpakasa harus mengembala babi untuk hidup, tapi dia sebagai pengembala tak memakan makanan yang terbuat dari babi tersebut.
Kemudian Imran berpikir, jika anak tadi mengembala babi, kenapa dia tidak memakan makanan yang berasal dari babi saja?. Makanan yang dimaksud itu bernama Spam (daging kalengan yang biasanya berasal dari babi) yang disajikan kepada Imran di sekolah. Kemudian Ia berpikir, bahwa telur datang dari ayam, susu dari sapi. Kemudian Sang Bocah Imran menyadari bahwa dirinya memang benar-benar berbeda dengan lingkungan dan teman-temannya, baik sebagai orang asing maupun tidak beragama Kristen. Sehingga akhirnya dia mengambil kesimpulan dari cerita di atas, bahwa memang dirinya setiap hari dia disajikan cerita tentang Yesus, tapi dia menyatakan bahwa walaupun demikian ia tidak harus percaya kepada ketuhanan Yesus.
Sambil sekolah Imran juga mulai belajar Islam setiap hari minggu di sekolah Dasar Islam. Dan akhirnya dia mempelajari sesuatu tentang Islam. Dia baru tahu bahwa umat Islam meyakini al-Quran sebagai firman Tuhan yang suci dan sepenuhnya tiada tandingannya, yang diturunkan kepada nabi Muhammad melalui malaikat Jibril. Dia juga baru tahu bagaimana sejarah Islam pada awal kemunculannya. Saat itu Islam muncul di tengah-tengah kondisi Arab yang jahiliyah. Anak perempuan tidak dihargai dan setiap bayi perempuan yang lahir maka langsung dikubur hidup-hidup, permusuhan antarsuku sangat kuat. Kemudian datang Islam dengan membawa misi perdamaian dengan menyatukan suku-suku yang bermusuhan tersebut, seperti suku Auz dan Khazraj, dan juga Islam kemudian mengangkat derajat perempuan.
Dia juga belajar tentang Yesus, dan ternyata Islam juga mengakui tentang adanya Yesus. Akan tetapi, ada perbedaan teologis antara Yesus dalam Islam dan Yesus menurut orang-orang Kristen. Islam juga mempercayai Musa, Ibrahim, dan nabi-nabi lain yang diutus oleh Tuhan untuk kemaslahatan manusia.
Buku ini pada intinya memberikan gambaran kepada kita tentang realitas budaya baru yang ada saat ini akibat mengalirnya arus globalisasi. Dan buku ini mengajak kita untuk kembali menanamkan ruh perdamaian di tengah-tengah kondisi masyarakat yang penuh kebencian antara Islam dan Barat dengan munculnya stigma-stigma teroris dan semacamnya. Sehingga terbitnya buku ini sangat relevan dengan kondisi umat manusia saat ini. Untuk lebih dalam lagi bagaimana perjalanan Imran Ahmad dalam mengarungi kehidupan di tengah-tengah budaya yang berbeda dengan keyakinannya, kita bisa membaca lebih dalam lagi melalui buku ini. Menariknya lagi, denngan menggunakan bahasa yang lugas buku ini mendeskripsikan kehidupan di Inggris secara gambling, sehingga pembaca seakan-akan diantarkan untuk memahami seluk-beluk kehidupan di Inggris.

*Peresensi adalah
Peneliti di Pusat Studi Islam (Forsifa) Unmuh Malang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kOMENTAR ANDA