Rabu, 25 Januari 2012

MEMAHAMI TEOLOGI SEBUAH BENCANA


Telah dimuat di Malang Post
Oleh: Muhammad Rajab
            Berbicara masalah teologi maka kita akan berbicara bagaimna hubungan sebuah bencana dengan Tuhan. Allah sebagai pencipta alam semesta juga sangat mudah untuk menjadikan alam ini hancur lebur, baik dengan dengan mendatangkan bencana alam kepada segenap penduduk, atau dalam bahasa lain kita sebut dengan takdir. Walaupun takdir Allah SWT sebenarnya mengiringi usaha manusia itu sendiri.
            Mengawali pembahasan ini sebuah ayat yang patut untuk ditelaah terlebih dahulu adalah, “dan sendainya penduduk suatu negeri itu beriman dan bertakwa (kepada Allah), maka sungguh akan Kami buka pintu berkah dari langit dan bumi (untuk penduduk desa tersebut). Akan tetapi mereka mendustakan, maka Kami azab mereka atas apa yang telah mereka perbuat”.
            Memaknai ayat dia atas, bahwa Allah SWT akan memberikan berkah atau rezeki kepada suatu penduduk negeri jika penduduk tersebut benar-benar beriman kepada Allah SWT dan jauh dari kemiskinan. Namun mafhum mukhalafahnya berarti Allah akan memberikan sebuah bencana atau azab kepada penduduk sebuah negeri jika penduduk tersebut bermaksiat kepada Allah SWT.
            Terkait dengan bencana yang sering melanda Indonesia, seperti tanah longsor, tsunami, banjir, dan gempa. Maka satu hal yang menjadi tanda tanya besar adalah ada apa dengan Indonesia?, apakah bangsa ini sudah menjadi bangsa yang bermaksiat dan melanggar ketetapan-ketetapan Allah SWT, baik itu ketentuan yang hubungannya langsung dengan Allah atau yang hubungan dengan alam semesta.
            Semua itu bisa jadi benar, bahwa Allah SWT benar-benar hendak memberikan pelajaran bagi penduduk Indonesia yang telah melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan Tuhan terhadap alam semesta. Sebuah pengalaman yang pernah saya temui di sebuah perkampungan. Suatu ketika saya tidak sengaja melewati sebuah jalan yang dipinggirnya ada sungai kecil, tiba-tiba datang seorang perempuan yang membuang tumpukan sampah ke sungai dengan tanpa malu, padahal orang tersebut tahu ada orang yang melihatnya. Mungkin ini kasus kecil, namun ini merupakan sebuah gambaran bahwa sebagain masyarakat kita tidak lagi memperhatikan keberssihan lingkungan.
            Atau bisa jadi ada dosa lain yang dilakukan oleh negeri ini sehingga menjadikan Allah SWT menurunkan sebuah bencana kepada Indonesia sebagai bentuk pelajaran agar kembali ke jalan-Nya. Bukankah Allah telah memberikan azab kepada umat sebelum kita karena kesombongan  mereka dan tidak mau beriman kepada Allah SWT. Padahal telah datang pemberi peringatan kepada mereka seorang rasul (utusan Allah).
               Harun Yahya pernah mengulas tentang kota Pompeii yang konon dihancurkan oleh 'kekuatan' Tuhan karena penduduk kota tersebut tidak bermoral. Pompeii yang terletak di dekat gunung Vesuvius dicap sebagai simbol dari degradasi akhlak pada zaman kekaisaran Romawi, di mana kota itu menjadi pusat perzinaan dan praktek homoseksual. Jauh sebelumnya, Tuhan pun pernah murka karena alasan yang hampir sama, dan lalu meluluhlantakkan Sodom.
               Kisah lain adalah Nabi Nuh a.s. yang dipaparkan Allah dalam al-Quran. Di sana Allah mengisahkan kaum Nabi Nuh senantiasa ingkar dan tidak mau beriman kepada Allah swt., maka Allah timpakan azab kepada mereka berupa banjir yang sangat besar. Bahkan, Alquran menggambarkan banjir itu datang dengan gelombang seperti gunung. (Hud: 42).
            Beberapa kaum yang telah dihancurkan oleh Allah tersebut bisa menjadi sebuah renungan. Hal itu sebagai cermin bagi kita untuk mengaca apakah negeri yang sering kali dilanda bencana ini sudah dimurkai oleh Allah SWT karena sering kali terjadi melanggar aturan-aturan-Nya.
            Menurut Ija Suntana, ada tiga kelompok manusia yang berbeda cara pandang. Pertama, sekelompok masyarakat memandang bahwa bencana yang terjadi adalah kutukan Tuhan kepada umat manusia akibat perbuatan-perbuatan dosa yang dilakukan manusia sendiri. Bencana yang muncul dianggap sebagai siksaan permulaan yang ditampakkan di dunia dan tidak pandang bulu. Ia tidak hanya menimpa kepada pelaku maksiat, siapa pun bisa terkena. Kelompok pertama mendasarkan pandangannya pada ajaran agama yang menyebutkan demikian. Pandangan ini mendapatkan pembenaran secara sosial. Secara kasat mata berbagai jenis kemaksiatan mekar di tengah-tengah masyarakat.
Kedua, sekelompok masyarakat memandang bahwa bencana yang menimpa kita adalah takdir. Bencana yang terjadi dianggap sebagai cobaan bagi umat manusia. Pandangan kelompok kedua ini mendapatkan pembenaran melalui realita bencana yang tidak bisa diketahui kapan terjadinya dan tidak bisa dihindari oleh siapa pun. Kita bukan tidak siap siaga menghadapi bencana, tetapi bencana tetap melenggang tanpa memberitahu sebelumnya. Bukan hanya di negara-negara yang belum maju, di negara-negara maju yang memiliki teknologi canggih pun bencana tetap terjadi. Bagi kelompok kedua ini bencana adalah hukum alam yang tidak bisa ditawar lagi. Dan, ini pun merupakan bukti bahwa alam bukan Tuhan yang abadi. Alam adalah makhluk yang pasti akan mengalami kerusakan dan akan berakhir dengan kerusakan.
Ketiga, sekelompok masyarakat memandang bahwa bencana yang menimpa adalah akibat keteledoran manusia. Keteledoran ini tergambar dalam praktik pengerukan kekayaan alam yang tidak seimbang dan tidak mempertimbangkan sisi keselamatan manusia. Keuntungan yang didapat tidak setimpal dengan bencana yang harus ditanggung oleh masyarakat. Pandangan kelompok yang ketiga ini mendapat pembenaran dengan adanya pengerukan kekayaan alam yang mengakibatkan bencana alam. Penebangan hutan secara liar adalah salah satu bukti nyata pemicu bencana alam.
Terlepas dari tiga pandangan di atas, kita meletakkan diri dalam posisi yang seimbang. Artinya, di satu sisi bisa saja bencana yang terjadi di Indonesia merupakan satu kutukan sebagaimana pandangan kelompok pertama. Pasalnya, dosa-dosa yang dilakukan oleh manusia terhadap aturan Tuhan sering kali dilakukan. Maka benar jika bencana juga disebut adzab atau kutukan dari Allah SWT.
Namun demikian, bencana yang terjadi di negeri ini juga bisa masuk pada pandangan masyarakat yang kedua, yakni bahwa bencan yang menimpa kita merupakan takdir Tuhan sebagai bentuk cobaan bagi kita untuk mengukur tingkat keimanan kita kepada-Nya. “Dialah yang telah menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji siapa di antara kalian yang paling baik amalannya (di antara kalian)”(QS. al-Mulk: 2)
Dan tidak menutup kemungkinan juga akan masuk ke pandangan golongan yang ketiga yang mengatakan bahwa terjadinya bencana akibat keteledoran manusia terhadap pengaturan dan penggunaan alam. Secara realitas bangsa Indonesia sering kali melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan alam, seperti membuang sampah sembarangan, penebangan pohon secara liar (illegal logging), dan lain sebagainya.
Terlepas dari tiga pandangan tersebut, kita harus bersikap objektif. Dalam artian kita harus introspeksi diri terhadap apa yang telah kita lakukan sebelumnya. Dengan ini diharapkan adanya perbaikan-perbaikan demi terciptanya Indonesia yang lebih baik di masa yang akan datang. Selain itu, perlu adanya positive thinking bahwa segala bencana yang diberikan Allah kepada manusia adalah sebagai pelajaran bagi manusia untuk menuju kehidupan yang lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kOMENTAR ANDA