Rabu, 25 Januari 2012

Titik Awal Kejayaan Peradaban Islam


Telah dimuat di Okezone.com 4 Januari '12
Judul buku      : 1453; Detik-Detik Jatuhnya Konstantinopel ke Tangan Muslim
Penulis             : Roger Crowley
Penerjemah      : Ridwan Muzir
Penerbit           : Pustaka Alvabet
Cetakan I        : 2011
Tebal               : 408 halaman
Peresensi         : Muhammad Rajab*

            Membaca buku sejarah yang ditulis Roger Crowley ini seperti membaca sebuah novel. Dengan bahasa yang mengalir dan penuh metafora, diskripsi latar, alur, dan penokohan cerita sejarah disajikan secara mendetail dan gamblang.  Ketika saya membacanya seakan-akan saya betul-betul menyaksikan secara langsung rentetan peristiwa yang dipaparkan di dalamnya.   Walaupun demikian, buku ini tetap menjaga aspek metodologis dalam penulisan sejarah sehingga tidak kehilangan nilai-nilai ilmiahnya.
Buku ini merupakan catatan ilmiah atas rentetan peristiwa penaklukan dramatis yang dilakukan oleh pasukan Muslim Arab, khususnya Turki Utsmani hingga Konstantinopel jatuh ketangan kaum Muslimin. Dia juga akan menyentuh berbagai aspek lain dari sebuah dunia yang tengah berada di titik puncak perubahan, seperti perkembangan meriam, seni perang pengepungan, taktik perang samudera, keyakinan religious, mitos, dan takhayul-takhayul Abad Tengah.
Buku setebal 408 halaman ini mengisahkan peristiwa besar dalam sejarah dunia yang tak terlupakan, yakni jatuhnya Konstantinopel ke tangan bangsa muslim Turki Utsmani pada 1453. Sebelumnya, selama lebih dari seribu tahun, Konstantinopel telah menjadi pusat peradaban Dunia Barat sekaligus pertahanan Kristen terhadap Islam. Hal itu tidak lain, lantaran Byzantium dikenal sebagai pewaris terakhir kekaisaran Romawi kuno sekaligus menjadi bangsa Kristen pertama. Kota yang berpenduduk sekitar 15 juta jiwa ini sangat luar biasa, berbentuk segitiga yang agak menengadah ke timur dan kedua sisinya dilindungi lautan. Di sebelah utara terdapat teluk kecil dengan air yang dalam, Golden Horn. Sementara di sebelah selatan diapit Laut Marmara yang membentang ke barat sampai ke Laut Mediterania lewat Dardanella.
Kota yang penuh ramalan dan takhayul ini memiliki tembok besar bernama Theodosius yang berusia seribu tahun, pertahanan paling kokoh pada Abad Tengah. Orang Turki Ustmani pada abad ke-14 dan ke-15 menamakannya sebagai “tulang yang menyilang di tenggorokan Allah,” yaitu sebuah hambatan psikologis yang mengganjal ambisi mereka dan yang menghalangi mereka tentang penaklukan.
Karena lokasinya yang sangat strategis yaitu antara batas Eropa dan Asia  dan sebagai pusat peradaban dunia yang menjadi simbol atas penguasaan dunia, maka tak heran jika Konstantinopel menjadi rebutan para penguasa di penjuru dunia, baik Timur maupun Barat. Bahkan dikisahkan dalam buku ini umat Islam sejak 800 tahun tergiur untuk menaklukkannya (hlm. 5). Penyerangan demi penyerangan terus dilakukan terhadap kota ini. Setiap tahun antara musim semi dan musim gugur, musuh-musuh mengepung tembok kota dan menyerang laut di selat-selat kecil yang mengakibatkan pertempuran habis-habisan dengan armada Byzantium. Selama 1.123 tahun sejak awal berdirinya 330 M sampai 1453 M, kota ini mengalami 23 kali pengepungan.
Penyerangan demi penyerangan itu pun seringkali berakhir dengan kegagalan, hal ini tidak lain karena pertahanan tembok Kontantinopel begitu kuat. Hingga akhirnya datanglah Sang Penakluk, Sultan Ustmani, Mehmet II, pemuda 21 tahun yang cinta kemuliaan, berhasil melewati tembok pertahanan kota dengan bala tentaranya yang sangat besar. Berbekal persenjataan baru dan canggih, pada hari Jum’at, 6 April 1453, sebanyak 80.000 pasukan muslim memulai serangan mereka terhadap 8.000 pasukan Kristen di bawah pimpinan Konstantin XI, kaisar Byzantium ke-57.
Pertempuran berlangsung selama 55 hari, sepanjang waktu Mehmet memusatkan pasukannya di tiga tempat; di utara antara Istana Balacernae dan Gerbang Charisan, di bagian tengah di sekitar Sungai Lycus, dan di selatan dekat Laut Marmara di Gerbang Mileter Ketiga (hlm. 265). Hingga pada dini hari di atas jam 02.00 waktu setempat, 29 Mei 1453, pimpinan Konstantin dikelilingi para pengawalnya –Theopilus, Palailogos, John Dalmata, Don Francisco dari Toledo– mati ditebas saat menghalangi prajurit Mahmet. Dengan itu. jatuhlah Konstantinopel ke tangan kaum muslimin, dan berkibarlah bendera Islam sebagai titik awal kejayaan peradaban Islam atas dunia. (hlm. 281)  Atas dasar inilah Piliph Mansel menilai bahwa buku ini merupakan sebuah petunjuk untuk mengetahui mengapa Istambul menjadi kota Muslim.
Di sisi lain, buku yang ditulis oleh alumnus Cambridge University ini menampilkan konstestasi dua tokoh inpspirasional, Sultan Mahmet II dan Kaisar Konstantin XI, yang berjuang demi keyakinan agama dan kekaisaran. Lewat buku ini kita bisa mempelajari seni memipin kedua tokoh pemimpin dunia tersebut. Singkat kata, buku ini mengajak kita untuk berpikir betapa besarnya nilai sebuah peradaban sehingga harus diperjuangkan dengan berbagai pengorbanan, baik harta, waktu, bahkan jiwa. Selamat membaca.

*Peresensi adalah
Penikmat Buku dan Penggiat Kajian di Pusat Studi Islam dan Filsafat (PSIF) Unmuh Malang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kOMENTAR ANDA