Selasa, 24 Januari 2012

Pendidikan Islam dan Perubahan Sosial (Suatu Teori tentang Pendidikan Islam dalam Pengembangan Masyarakat)



Oleh: Muhammad Rajab

Pendahuluan
Kondisi masyarakat Indonesia saat ini sungguh sangat memprihatinkan. Berbagai macam kasus atau perilaku sosial yang amoral sering kali terjadi, mulai dari perampokan, pelecehan seksual, pencurian, minum-minuman keras, narkoba, kekerasan dan lain sebagainya. Padahal, di Indonesia banyak lembaga-lembaga pendidikan. Seharusnya dengan adanya lembaga pendidikan maka kondisi bangsa juga akan menjadi baik.
Hal di atas sungguh sangat paradoks. Di satu sisi Indonesia mempunyai banyak lembaga pendidikan, mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak hingga perguruan tinggi (PT). Namun di sisi lain, Indonesia mengalami dekadensi moral. Sehingga menjadikan situasi sosial masyarakat sangat tidak kondusif.
Lebih-lebih masyarakat Indonesia adalah mayoritas muslim, dan juga mayoritas pelaku kejahatan sosial juga mengaku dirinya muslim. Satu hal yang menjadi tanda tanya besar. Kenapa bangsa Indonesia yang mayoritas muslim masih banyak ditemukan kejahatan-kejahatan di masyarakat?.
Menurut penulis letak kesalahannya adalah pada pendidikan moralnya yang kurang optimal. Dalam hal ini, pendidikan Islam memegng peranan penting untuk merubah kondisi sosial masyarakat Indonesia. Karena Islam adalah agama yang telah menyebarkan nilai-nilai sosial mulia, seperti nilai moralitas, humanitas dan religiusitas. Maka sudah saatnya pendidikan Islam sadar akan perannya di tengah kondisi bangsa yang morat-marit ini.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat judul Pendidikan Islam dan Perubahan Sosial; Suatu Teori tentang Pendidikan Islam dalam Pengembangan Masyarakat. Dengan harapan, pendidikan Islam bisa lebih diperhatikan lagi oleh para praktisi pendidikan. Karena peran pendidikan Islam dalam perubahan dan pengebangan kualitas sosial Indonesia sangat besar. Sehingga saya rasa pembahasan ini sangat perlu diulas, walaupun sudah banyak akademisi yang telah mengkaji tentang pendidikan dan perubahan sosial.

Definisi Pendidikan Islam, Perubahan Sosial dan Masyarakat
1. Pendidikan Islam
Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya. Sedangkan Sismono La Ode mengatakan, pendidikan merupakan proses pendewasaan anak melalui berbagai program dan kegiatan dalam konteks, baik formal maupun non formal. Dan hasil akhir pendidikan adalah pembentukan insan yang berkualitas, berakhlak mulia, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mandiri dan berguna bagi sesama manusia, masyarakat dan bangsanya.
Di dalam Islam terdapat tiga istilah pendidikan Islam, yatiu tarbiyah, ta’lim dan ta’dib. Pertama, kata raba yarbu, yang berarti bertambah atau tumbuh. Kedua, kata rabia yarba, yang berarti tumbuh dan berkembang. Ketiga, kata raba yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga dan memelihara. Firman Alah yang mendukung istilah tarbiyah antara lain terdapat pada surat Al-Isra’ ayat 24.
Istilah kedua adalah ta’lim. Menurut Abdul Fatah Jalal, ta’lim adalah proses pembelajaran secara terus menerus sejak manusia lahir melalui pengembangan fungsi-fungsi pendengaran, penglihatan dan hati. Adapun istilah ta’dib menurutnya berasal dari kata adab yang berarti berarti pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hirarkis sesuai dengan berbagai tingkatan dan derajat tingkatannya serta tempat seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan kapasitas dan potensi jasmani, intelektual, maupun rohani seseorang. Dengan demikian ini, kata adab mencakup pengertian ilmu dan amal.
Sedangkan menurut Yusuf al-Qardawi, Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, yakni akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya, karena itu, pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya.
Adapun Nur Unbiyati mendefinisikan pendidikan Islam sebagai suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah. Oleh karena itu Islam memberikan pedoman kepada seluruh manusia baik di dunia maupun di akhirat.
2. Perubahan Sosial
Kingsey Davis mendefinisikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Sedangkan Mac Iver sebagaimana yang dikutip oleh Arifin, mengartikan perubahan sosial adalah perubahan-perubahan dalam hubungan sosial sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial.
Gillin mengatakan perubahan-perubahan sosial sebagai variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.
Sementara Selo Soermarjan merumuskan perubahan sosial merupakan segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Menurut Kuntowijoyo, ada tiga tahapan perubahan masyarakat. Pertama, tahap masyarakat ganda, yakni ketika terpaksa ada pemilahan antara masyarakat madani (civil society) dengan masyarakat politik (political society) atau antara masyarakat dengan negara. Karena adanya pemilahan ini, maka dapat terjadi negara tidak memberikan layanan dan perlindungan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Kedua, tahap masyarakat tunggal, yaitu ketika masyarakat madani sudah berhasil dibangun. Ketiga, tahap masyarakat etis (ethical society) yang merupakan tahap akhir dari perkembangan tersebut. Masyarakat etis, yakni masyarakat yang dibentuk oleh kesadaran etis, bukan oleh kepentingan bendawi.
3. Masyarakat
Masyarakat adalah suatu kehidupan bersama di suatu wilayah dan waktu tertentu dengan pola-pola kehidupan yang terbentuk oleh antarhubungan dan inteaksi warga masyarakat itu dengan alam sekitar. Menurut Ogburn dan Nimkoff dalam bukunya Sosiology , mengatakan, suatu masyarakat ialah suatu kelompok atau sekumpuan kelompok yang mendiami suatu daerah. Sedangkan Prof. Robert memberi batasan masyarakat, bahwa istilah masyarakat dapat diartikan sebagai suatu kelompok manusia yang hidup bersama di suatu wilayah dengan tata cara berpikir dan bertidak yang relatif sama yang membuat warga masyarakat itu menyadari diri mereka sebagai suatu kesatuan (kelompok).
Sedangkan menurut Ishomuddin, masyarakat adalah kumpuan sekian banyak individu baik kecil maupun besar yang terikat oleh satuan, adat, ritus, atau hukuman khas, dan hidup bersama. Ada beberapa kata yang digunakan al-Quran untuk menunjuk arti masyarakat atau kumpulan manusia, yaitu qaum, ummah, syu’ub, dan qabail. Di samping itu al-Quran juga memperkenalkan masyarakat dengan sifat-sifat tertentu seperti, al-mustakbirun, al-mustadh’afun dan lain sebagainya.

Perubahan Sosial dalam Islam
Islam sebagai agama rahmat bagi seluruh alam, tentu sangat memperhatikan keadaan masyarakat. Hal ini terlihat dari bukti sejarah, bagaimana Nabi Muhammad SAW membangun masyarakat Arab. Kemudian terus berkembang hingga Islam tersebar ke seuruh penjuru dunia. Dan sudah barang tentu, Islam membangun masyarakat melalui pendidikan. Karena proses pendidikan merupakan saah satu cara yang efektif dalam membangun umat. Allah SWT berfirman:
”Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum hingga mereka mau merubah diri mereka sendiri”

Untuk meakukan sebuah perubahan, maka ada dua hal yang perlu diperhatikan oleh manusia sebagai pelaku perubahan, yaitu:
1. Membangun kecerdasan dan memperluas wawasan
Manusia sebagai makhluk yang luar biasa mempunyai potensi yang luar biasa besarnya sehingga dapat mendayagunakan alam dan sesama manusia dalam rangka mebangun peradaban. Kemajuan suatu bangsa pada umumnya ditentukan oleh bangsa itu dalam mendayagunakan sumber daya manusia melalui pergumulannya mengembangkan ilmu pengetahuan. Maka sudah barang tentu di dalam proses pendidikan manusia menempati sebagai subjek dan objek pendidikan itu sendiri.
Banyak indikasi di dalam al-Quran yang memerintahkan supaya manusia, khususnya umat Islam bersikap cerdas dan selalu menambah wawasan keilmuannya, di antaranya, pertama, Allah memerintahkan manusia agar senntiasa berpikir dan menggunakan pikirannya untuk memecahkan permasalahan-permasalahan hidup yang dihadapi. Dan potensi untuk menambah wawasan tersebut sudah Allah sediakan untuk manusia, seperi penglihatan, pendengaran dan perasaan.
Perkebangan keintelektualan manusia menurut konsep Islam tidak hanya hanya dengan usaha manusia akan tetapi Tuhan-lah yang menentukan. Namun demikian manusia keturunan Adam haruslah bekerja dan belajar keras untuk memanfaatkan otak dan akal pemberian Tuhan demi kepentingan manusia sendiri. Dan Allah akan memberikan pengetahuan yang diinginkan manusia baik secara langsung maupun tidak jika manusia mau berusaha.
Kedua, Allah SWT memberikan kebebasan untuk menuntut ilmu, kalau bahasanya Malik Fajar adalah Allah telah melakukan liberalisasi dalam bidang ilmu. Semua manusia (khususnya muslim) baik laki-laki maupun perempuan diwajibkan mencari ilmu kepada siapa saja, kapan saja dan di mana saja. Kemudian orang-orang yang sudah mendapatkan ilmu diperintahkan oleh Allah SWT untuk menyebarkan ilmu tersebut serta tidak menyembunyikannya. Hal ini dimaksudkan untuk kemaslahan umat manusia.
Ketiga, Dengan akal manusia diperintahkan untuk membuktikan kekuasaan Allah dengan cara mengkaji dan mengelola alam demi keperluan hidupnya, tetapi juga dilarang untuk berbuat kerusakan dan pertumpahan darah. Keempat, manusia diperintahkan untuk fantasyiru fil ’ardh (bertebaran di muka bumi) dalam rangka mencari ilu pengetahuan. Karena setiap bangsa diberi ilmu keistimewaan sendiri-sendiri. Dan ilmu pengetahuan atau perkembangan pemikiran umat manusia tidak berhenti, apalagi mundur, melainkan terus berputar dan berpindah dari suatu bangsa pada kurn waktu tertentu.
Kelima, kecintaan terhadap informasi atau ilmu pengetahuan yang akhirnya menumbuhkan pada kecintaan kegiatan belajar. Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa al-Quran pertama diturunkan adalah perintah untuk membaca, yaitu mengkaji tentang hakikat Tuhan, manusia, alam, hubungan antara ketiganya, serta fungsi masing-masing.
2. Membangun etos kerja
Untuk menuju kepada sebuah perbahan sosial yang signifikan, Islam sangat memperhatikan etos kerja. Karena etos kerja-lah yang akan menjadi pendorong bagi manusia untuk bergerak menuju arah perubahan. Hal ini telah dibuktikan oleh sejarah, bagaimana nabi Muhammad SAW bisa menguasai daerah Arab dan sekitarnya dan kemudian akhirnya Isam tersebar di seluruh penjuru dunia serta dapat mengubah peradaban manusia. Semua itu karena etos kerja umat Islam sangat kuat. Untuk itu, menurut Malik Fadjar ada beberapa hal penting yang perlu kita ketahui, yaitu:
Pertama, Di dalam Islam, motivasi dasar yang harus diletakkan oleh setiap muslim dalam menjalankan hidup ini adalah pengabdian kepada Allah semata. Islam mengajarkan dalam hidup dan segala aspeknya termasuk dalam mengelola pendidikan dan melakukan perubahan sosial harus diniatkan sebagai pengabdian kepada Allah.
Kedua, al-Quran menegaskan bahwa cara terbaik untuk mendapatkan prestasi dalam hidup adalah dengan bekerja. Karena pada dasarnya seseorang tidak akan memperoleh sesuatu kecuali sesuai dengan apa yang ia usahakan. Ketiga, Dalam hidup dan bekerja, Islam menganjarkan akan pentingnya berorientasi pada masa depan, kerja keras, teliti, hati-hati, menghargai waktu, penuh rasa tanggung jawab, dan berorientasi pada prestasi.
Artinya menurut Malik Fadjar adalah hidup harus punya cita-cita, hidup dalam Islam harus hemat dan berpola sederhana seta tidak konsumtif dan berlebihan atau tidak kikir. Selain itu, kerja santai, tanpa rencana, malas, boros tenaga, waktu dan biaya adalah bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dan semua masalah yang menjadi tanggung jawabnya harus dihadapi dengan penuh rasa tanggung jawab (responsibility) dan penuh perhitungan. Islam juga menilai, sebaik-baik pekerjaan adalah yang dikerjakan dengan sebaik-baiknya (ahasana ’amala).

Menuju Masyarakat Madani
Dalam bahasa Arab, kata “madani” tentu saja berkaitan dengan kata “madinah” atau ‘kota”, sehingga masyarakat madani bisa berarti masyarakat kota atau perkotaan . Meskipun begitu, istilah kota di sini, tidak merujuk semata-mata kepada letak geografis, tetapi justru kepada karakter atau sifat-sifat tertentu yang cocok untuk penduduk sebuah kota. Dari sini kita paham bahwa masyarakat madani tidak asal masyarakat yang berada di perkotaan, tetapi yang lebih penting adalah memiliki sifat-sifat yang cocok dengan orang kota, yaitu yang berperadaban. Dalam kamus bahasa Inggris diartikan sebagai kata “civilized”, yang artinya memiliki peradaban (civilization), dan dalam kamus bahasa Arab dengan kata “tamaddun” yang juga berarti peradaban atau kebudayaan tinggi.
Adapun menurut di Suharto, ada beberapa kriteria masyarakat madani, yaitu:
1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
5. Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rezim-rezim totaliter.
6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.
Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya, di mana pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya.
Melihat beberapa definisi di atas, penulis bisa menyimpulkan bahwa inti dari semuanya bahwa masyarakat madani adalah masyarakat yang berperadaban. Namun, peradaban dalam Islam lebih ditekankan pada aspek moralitas. Dan moralitas tersebut tentunya dibentuk melalui ilmu pengetahuan yang memiliki nilai-nilai universal.
Sehingga pendidikan Islam dalam pembentukan masyarakat madani atau dalam merubah suatu kondisi sosial masyarakat mempunyai peranan penting. Oleh karen itu pendidikan Islam memerlukan inovasi-inovasi baru dan menyesuaikan dengan perkembangan teknologi untuk menciptakan sebuah peradaban di masanya.
Untuk itu tujuan pendidikan Islam sekarang tidak hanya untuk pembentukan akhlakul karimah atau bertakwa kepada Allah (IMTAQ). Akan tetapi juga bagaimana pendidikan Islam saat ini juga diarahkan untuk menguasai imu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Hal ini dimaksudkan untuk mengadakan perubahan yang signifikan di tengah-tengah masyarakat melalui pendidikan Islam.
Secara teoritis, menurut John Dewey, pendidikan merupakan metode fundamental untuk mewujudkan dan meperbaharui masyarakat. Maka dalam hal ini pendidikan benar-benar merupakan sarana yang sangat signifikan untuk melakukan perubahan di masyarakat.
Untuk itu, yang perlu diperhatikan lagi adalah pendidikan yang mana?. Apakah pendidikan yang tidak dikelola dengan baik dan benar bisa membawa sebuah perubahan. Namun demikian, pada dasarnya pendidikan merupakan metode yang efektif dalam mengadakan sebuah perubahan sosial. Karena hal ini sudah benar-benar teruji.
Secara historis, pendidikan Islam yang telah dilakukan oleh nabi Muhammad melalui dakwahnya kepada masyarakat Arab saat itu benar-benar telah menghasilkan sebuah perubahan sosial, baik di Makkah lebh-lebih di Madinah. Sebagian pakar ada yang mengatakan, masyarakat madani diambil dari kata Madinah, kota tempat Rasulullah hijrah. Karena di sana Rasulullah benar-benar telah memajukan peradabannya, seperti mengadakan perdamaian walaupun masyarakat Madinah terdiri dari berbagai macam suku dan agama.
Oleh karena itu membuat sebuah perubahan masyarakat melalui pendidikan Islam merupakan satu keniscayaan. Sekarang tergantung pada manusia sebagai pelaku pendidikan bagaimana mengelola pendidikan Islam menuju pendidikan Islam yang berkualitas dan benar-benar mampu menghailkan manusia-manusia yang siap mengadakan perubahan di daerah masing-masing.

Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa kondisi sosial umat Islam saat ini sungguh sangat memprihatinkan. Untuk itu diperlukan pembangunan sosial melalui pendidikan Islam. Tentu pendidikan tersebut harus dikelola dengan baik manajemen, kurikulum dan segala aspek yang terkait dengan pendidikan. Karena sejarah telah membuktikan bahwa Islam ternyata pernah menciptakan perubahan besar-besaran pada abad pertengahan.

Daftar Pustaka
Arifin. 2007. Konfigurasi Politik Pendidikan Nasional. Yogyakarta: Pustaka Fahima.
Fadjar, Malik. 1999. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: Yayasan Pendidikan Islam Fajar Dunia
http://islamkuno.com/2008/01/16/masyarakat-madani-civil-society-dan-pluralitas-agama-di-indonesia/, (diakses, 20 Juni 2009)
Ishomuddin. 2005. Sosiologi Perspektif Islam. Malang: UMM Press
Jalal, Abdul Fatah. 1998. Azas-azas Pendidikan Islam. Bandung: Diponegoro.
Jalal, Faisal & Supriadi, Dedi. 2001. Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa
Ode, Sismono La. 2006. Di Belantara Pendidikan Bermoral. Yogyakarta: UNY Press.
Ridwan. 2009. Pendidikan Islam dan Moralitas. http://ridwan202.wordpress.com/2008/04/16/pendidikan-islam-dan-moralitas/, (diakses, 27 Juni 2009)
Soeanto, Soerjno. 1999. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Suharto, Edi. 2009. Masyarakat Madani: Aktualisasi Profesionalisme Community Workers dalam Mewujudkan Masyarakat Yang Berkeadilan, http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_16.htm, (diakses, 20 Juni 2009)
Syam, Muhammad Nur. 1998. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Suarabaya: Usaha Nasional
Unbiyati, Nur. 1999. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: CV Pustaka Setia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kOMENTAR ANDA