Kamis, 09 Agustus 2012

DINAMIKA HUBUNGAN INDONESIA MALAYSIA


Judul buku        : Malaysia Macan Asia
Penulis              : Khoridatul Anissa
Penerbit            : Garasi
Cetakan I         : November 2009
Tebal                : 243 halaman
Peresensi          : Muhammad Rajab*
Hubungan antara Indonesia dan Malaysia beberapa kali mengalami pasang surut. Pada tahun 1963, terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia. Perang ini berawal dari keinginan Malaysia untuk menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak dengan Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1961. Sebenarnya hubungan Indonesi dengan Malaysia pada awalnya berjalan damai harmonis, khususnya dalam bidang pndidikan. Kerjasama antara Indonesia dengan negeri  jiran itu dalam bidang pendidikan berjalan dengan baik. Kenangan sejarah masa lalu turut mnguatkan anggapan itu. Ketika itu tahun 1970-an guru-guru Indonesia mendidik anak-anak Malaysia dalam mata pelajaran sains dan matmatika.
Kenangan masa lalu tersebut memang patut dibanggakan. Namun, jika melihat realitas saat ini maka boleh dikatakan su,dah berbalik. Reputasi Indonsia di bidang pendidikan di masa lalu itu tentu saja sudah menghilang, terutama setelah Malaysia mengalami kemajuan yang luar biasa jauh meninggalkan Indonesia yang terpuruk. Yang pada akhirnya Indonesia sendiri justru kian terbelakang di bidang pendidikan.
Sekarang ini bukan lagi guru yang dikirimkan ke Malaysia, tetapi para TKI legal dan illegal. Selain ekonomi dan pembanguan, pendidikan Malaysia sendiri tampaknya lebih mengalami kemajuan dibanding dengan Indonesia. Bahkan, mulai 2007 Kerajaan Malaysia secara resmi telah membuka peluang kepada pelajar Indonesia  untuk melanjutkan pendidikan tingkat sarjana di Malaysia.
Sebuah hubungan akan melibatkan minimal dua belah pihak. Ketika dihadapkan pada berbagai kepntingan, jalinan tersebut tidak selalu dapat mnjaga keharmonisannya. Begitu pula yang terjadi pada Indonesia dan Malaysia. Politik Ganyang Malaysia, konflik pulau Sipidan Ligitan, sngketa Ambalat, pembalakan hutan, klaim seni budaya adalah sekian masalah yang terjadi di antara dua Negara bertetangga, Indonesia dan Malaysia.
Berbagai masalah tersebut telah menutupi kenangan manis hubungan antara Indonesia dan Malaysia yang pernah terjalin di masa lalu. Seperti dalam bidang pendidikan, pertukaran pelajar, hingga kerjasama politik baik bilateral maupun kawasan (misalnya ASEAN). Bahkan tidak sedikit yang mengingatkan kembali ketika Indonesia menjadi salah satu negara yang tidak menyetujui kelahiran Malaysia sebagai negara boneka penjajah Barat (Inggris).
Pada 2000-2002 hubungan antara Indonesia dan Malaysia dapat dikatakan memanas karena masalah pulau Sipadan dan Ligitan. Kedua pulau ini secara geografis merupakan bagian dari kepulauan Indonesia, tetapi kasus ini berakhir dengan lepasnya kedua pulau ini dari Indonesia. Mahkamah Internasional menyatakan bahwa pihak Indonesia tidak menunjukkan keinginan untuk menguasai kedua pulau tersebut dan menyerahkan kedaulatan dua pulau tersebut kepada Malaysia yang telah dianggap melakukan penanganan efektif.
            Hubungan kedua Negara tersebut semakin memanas ketika Malaysia mengklaim laut Ambalat sebagai bagian dari wilayahnya. Malaysia mendasarkan klaim lautnya pada peta yang dikeluarkan pada 1979. Keberadaan Blok Ambalat sebagai bagian dari wilayah Malaysia diukur berdasarkan peta 1979. Menurut penulis buku ini, peta tersebut dikeluarkan secara sepihak atau unilateral sehingga tidak mempunyai implikasi hokum, tetapi mempunyai implikasi politis. Dalam peta tersebut telah tergambar klaim Malaysia, termasuk masalah-masalah batas laut. (hal. 197)
Tidak cukup pada klaim wilayah perbatasan negara, permasalahan terjadi juga pada rakyat Indonesia yang menjadi TKI di Malaysia dikejar-kejar pasukan RELA, dicambuki, ditangkap dan dipulangkan serta diejek  sebagai orang-orang yang tidak mampu diurusi negaranya. Negara yang pimpinannya korup serta memikirkan dirinya sendiri. Perempuan-perempuan kita menjadi babu di keluarga-keluarga Malaysia yang kadang disiksa dan dianiaya. Misalnya, penganiayaan yang terjadi pada akhir Juni 2009 lalu. Penganiayaan menimpa Modesta Rengga Kaka (27) asal Ngamba Deta, Sumba Barat, yang bekerja pada seorang majikan bernama Choo Pelling di Kuala Lumpur. Akibat penganiayaan itu, Modesta menderita luka akibat pukulan rotan di sekujur tubuh. (hal. 217)
            Buku ini bukan hanya mengulas konflik-konflik tersebut, melainkan juga mengulas tentang latar belakang terbentuknya Negara Malaysia. Mulai dari sejarah, proses kelahiran, dan perkembangan masing-masing negara bagian Malaysia. Selain itu, dengan bahasan yang kompreshensif buku ini juga menjelaskan tentang bagaimana Malaysia mengelola sumber daya alam yang melimpah dan bagaimana strategi negeri jiran tersebut mnghadapi krisis tahun 2007 yang melanda Asia dan krisis global yang terjadi belakangan ini. Yang pada intinya buku ini layak dijadikan referensi bagi masyarakat yang ingin mengetahui seluk beluk Malaysia secara detail dan komprehensif serta dinamika hubungannya dengan Indonesia.

*Peresensi adalah
Peneliti di Pusat Studi Islam (Forsifa) Unmuh Malang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kOMENTAR ANDA