Kamis, 09 Agustus 2012

HAKIKAT MUSIBAH DALAM ISLAM

Oleh: Muhammad Rajab*
            Beberapa tahun terakhir ini Indonesia terus mengalami berbagai macam musibah. Kita sama-sama telah menyaksikan berbagai macam musibah dan bencana yang ditayangkan di media, baik cetak maupun elektronik. Salah satu musibah yang paling mutakhir adalah tragedi tabrakan pesawat Sukhoi di Gunung Salak yang telah menewaskan 45 orang. 
            Pada hakikatnya setiap kejadian yang terjadi di muka bumi ini adalah ketentuan Allah. Namun demikian bukan berarti menafikan upaya manusia sebagai aktor yang berhadapan langsung dengan sebuah kejadian tersebut. Demikian halnya dengan sebuah bencana atau musibah, semuanya telah menjadi ketentuan Allah SWT. Allah SWT berfirman:
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. at-Taghabun: 11)
            Setiap manusia tidak akan pernah terhindar dari musibah sebagai bentuk ujian Allah kepada mereka. Hal ini juga telah diisyaratkan Allah dalam al-Quran. “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun.” (QS. al-Baqarah: 155)
            Abu Ja’far at-Thobari dalam tafsirnya mengatakan bahwa ayat tersebut mengingatkan kita kepada peristiwa musibah atau ujian yang telah diberikan kepada rasul Muhammad dan para sahabatnya, yang mana mereka diuji dengan ujian yang sangat dahsyat. Dan bahwa siapa saja yang mengikuti jejak mereka akan mendapatkan ujian sebagaimana mereka diuji sesuai dengan tingkat keimanan masing-masing orang.
            Kemudian Allah SWT mengabarkan keberuntungan bagi orang yang sabar dalam menghadapi musibah tersebut. Yaitu orang yang berserah diri kepada Allah SWT dengan tetap melakukan upaya untuk keluar dari musibah tersebut.
            Allah SWT tidak akan memberikan ujian atau cobaan di luar batas kemampuannya. Semakin kuat imannya maka semakin besar pula ujian yang diberikan kepadanya. Sehingga kesabaran dan ketabahan  atas ujian tersebut adalah ukuran tingkat keimanan. Semakin sabar seseorang maka semakin tinggi pula keimanannya, tapi sebaliknya semakin tidak sabar maka semakin rendah pula imannya.
            Musibah dan ujian yang diberikan kepada kita saat ini tidak sedahsyat ujian yang ditimpakan kepada orang-orang muknmin salafussholeh dari pendahulu kita, di mana mereka ditimpa dengan berbagai siksaan yang bahkan dapat mengancam jiwa mereka. Allah SWT berfirman, “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. al-Baqarah: 214)
            Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sangat menakjubkan urusan seorang mukmin, jika  dikaruniai kebaikan ia bersyukur, dan itu baik baginya. Dan jika ditimpa kesusahan ia bersabar, dan itu baik baginya.” (HR. Muslim).
            Dalam setiap fenomena kejadian yang menimpa kita sebenarnya Allah SWT ingin tahu siapa di antara kita yang paling baik amal dan sikapnya dalam menghadapinya. Di antara manusia ada yang dengan ujian itu tambah dekat kepada Allah SWT. Demikian juga, ada yang dengan  cobaan yang diberikan Allah tersebut tambah jauh dari Allah SWT.
              Dalam al-Quran surat al-Mulk ayat 2 Allah menjelaskan, “(Dia-lah) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
            Selain sebagai sebuah ujian, bencana atau musibah yang menimpa umat manusia juga bisa saja merupakan sebuah adzab atau peringatan dari Allah atas perbuatan yang telah dilakukannya. Misalnya, terjadinya bencana alam dan kerusakan lain di muka bumi ini merupakan akibat dari tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab.
            Perbuatan dosa dan kekufuran manusia terhadap Allah dan Rasulnya adalah penyebab utama datangnya adzab Allah SWT. Katakanlah kita melihat kepada peristiwa-peristiwa yang terjadi dengan umat-umat sebelum Nabi Muhammad yang ingkar kepada Allah dan nabi mereka. Salah satu contohnya adalah kaum Nuh yang dihancurkan oleh Allah SWT karena keingkaran mereka dan tidak mau ikut terhadap ajaran Nuh as. Mereka ditenggelamkan oleh Allah di dalam air bah yang sangat besar. Demikian halnya yang terjadi dengan kaum Luth, Sholeh, dan kaum-kaum lain yang telah dihancurkan oleh Allah SWT karena kesombongan mereka.
            Allah SWT berfirman: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. ar-Ruum: 41)
            Dalam makna ini, maka musibah merupakan akibat dari ulah perbuatan manusia itu sendiri. Contoh lain, terjadinya banjir yang disebabkan oleh masyarakat yang membuang sampah di sungai, penebangan pohon secara liar dan lainnya. Akibatnya, ketika datang hujan maka banjir tak dapat terhindarkan. Hal ini menunjukkan bahawa sunnatullah atau kita kenal dengan kausalitas (hukum sebab akibat) benar-benar terjadi. Dalam pepatah dikatakan, barang siapa menanam, maka ia yang akan memanen hasilnya.
            Terlepas apakah musibah dan benacana yang terjadi adalah ujian atau adzab dari Allah SWT, kita sebagai seorang muslim dituntut untuk bersikap positif dalam menyikapi segala macam bentuk musibah tersebut. Dengan sikap positif ini diharapkan mampu untuk membalikkan musibah tersebut menjadi sebuah rahmat yang bermanfaat bagi kita.
            Salah satu sikap positif tersebut adalah sabar. Memang bersifat sabar tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun demikian bukan berarti berhenti untuk terus berusaha menyabarkan diri dalam menerima musibah tersebut. Karena pada hakikatnya dalam kondisi susah dan terdesak itulah kesempatan kita untuk bersikap sabar sangat besar. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS. al-Baqarah: 153)
            Sikap sabar tersebut tetap harus diiringi usaha dengan mengeluarkan segenap kemampuan untuk  keluar dari musibah yang menimpanya. Setelah berusaha maka langkah selanjutnya adalah doa dan tawakkal kepada Allah SWT agar semua musibah tersebut dapat segera berakhir. Allah SWT berfirman: Mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (QS. al-Baqarah: 45)
            Adapun doa tertimpa musibah yang bisa dibaca adalah,
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ، اَللَّهُمَّ أُجُرْنِيْ فِيْ مُصِيْبَتِيْ وَأَخْلِفْ لِيْ خَيْرًا مِنْهَا
“Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami akan kembali. Ya Allah! Berilah pahala kepadaku atas musibah ini dan gantilah untukku dengan yang lebih baik (dari musibahku).”
            Semoga kita tetap diberi kesabaran oleh Allah SWT atas setiap musibah yang menimpa kita. Dan semoga bangsa Indonesia yang saat ini tengah ditimpa bencana besar, baik bencana alam maupun bencana moral dengan cepat mudah terselesaikan dan segera keluar dari bencana tersebut. Wallahua’lam bissawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kOMENTAR ANDA