Rabu, 01 Agustus 2012

“Membela” Tuhan, Menentang Ateisme dan Fundamentalisme


Dimuat di Rimanews.com, 22/06/2012
Judul buku        : Masa Depan Tuhan; Sanggahan terhadap Fundamentalisme dan Ateisme
Penulis              : Karen Amstrong
Penerbit            : PT Mizan Pustaka
Cetakan I         : Mei 2011
Tebal                : 608 halaman
Persensi            : Muhammad Rajab, Penikmat Buku dan Penggiat Kajian di PSIF Unmuh Malang

Perbincangan seputar ketuhanan dan agama selalu menjadi topik menarik bagi kaum pemikir agama. Pembahasan tentangnya selalu hangat sepanjang masa. Karena Tuhan dan agama adalah satu kesatuan yang selalu mengiringi dan mendampingi perjalanan hidup manusia dari awal lahirnya manusia hingga akhir zaman nanti. 
Setelah melacak persepsi manusia tentang Sang Pencipta dalam buku Sejarah Tuhan, kini Karen Amstrong mengkaji masa depannya. Dalam buku ini, Karen Amstrong menunjukkan pembelaan terhadap Tuhan dan agama menentang fundamentalisme dan ateisme.
Di berbagai penjuru dunia, agama sedang mengalami kebangkitan. Dampaknya dapat terasa di berbagai aspek seprti politik, sosial, dan ekonomi. Namun, pada saat yang sama, skeptisisme dan nihilisme terhadap Tuhan dan agama pun terasa meningkat sebagai respon atas perkembangan tersebut. Dalam buku ini Karen Amtrong tampil lebih tegas mendukung agama dari serangan bertubi-tubi  fundamentalisme maupun pemikir ateisme semacam Richard Dawkins, Cristopher Hitchens, dan Sam Harris.
            Pada bagian pertama buku Masa Depan Tuhan ini, mantan Biarawati ini mencoba menunjukkan bagaimana orang-orang berpikir tentang Tuhan di dunia pramodern dengan cara member kejelasan tentang beberapa isu yang kini dirasa orang-orang bermasalah –kitab suci, inspirasi, penciptaan, mukjizat,  wahyu, iman, kepercayaan, dan misteri– dan juga menunjukkan bagaimana agama menjadi kacau.
            Sedangkan pada bagian kedua buku ini Amtrong berusaha menelusuri kebangkitan “Tuhan modern”, yang menggulingkan begitu banyak persangkaan agama tradisional. Akan tetapi di dalam buku ini penulis menegaskan bahwa ia akan menitikberatkan uraiannya pada Kristen, sebab itu merupakan tradisi yang paling terkena dampak bangkitnya modernitas ilmiyah dan juga yang dihantam pukulan keras dari serangan ateistik baru. (hlm. 23) Lebih jauh ia menekankan pada tema dan tradisi yang berbicara secara langsung tentang masalah-masalah religious kontemporer kita.
            Menurut Amtrong, agama itu kompleks; dalam setiap zaman itu terdapat sejumlah aliran kesalehan. Tidak ada satu kecenderungan yang pernah berlaku sepanjang zaman. Orang mengamalkan agama mereka dalam beraneka ragam cara yang berbeda dan kontradiktif. Tetapi sikap diam yang khidmat dan berprinsip mengenai Tuhan dan atau yang suci merupakan tema yang konstan tidak hanya dalam kekristenan, tetapi juga dalam tradisi iman besar lainnya sampai kebangkitan modernitas di Barat. (hlm. 23)
            Orang percaya bahwa Tuhan melampau pemikiran dan konsep kita dan hanya dapat diketahui melalui amalan yang tekun. Menurut Amtrong kita telah kehilangan wawasan tentang hal yang penting ini, dan dia yakin bahwa ini adalah salah satu alasan mengapa begitu banyak orang Barat mendapati begitu sukar konsep Tuhan belakangan ini. Oleh karena itu Amtrong memberikan perhatian khusus pada disiplin yang terabaikan ini dengan harapan akan member I perspektif baru tenga keadaan saat ini.
            Di dalam buku ini ditegaskan, bahwa walaupun begitu banyak orang yang bersikap bermusuhan pada agama, dunia saat ini tetap mengalami kebangkitan agama. Bertentangan dengan ramalan penuh keyakinan dari para sekularis pertengahan abad ke-20, agama tidak akan lenyap. Tetapi jika ia tenggelam ke dalam sikap kekerasan dan tidak toleran yang selalu melekat tidak hanya dalam monoteisme, tetapi juga dalam etos ilmiah modern, religiusitas baru ini akan menjadi “tidak terampil”. (hlm. 24)
            Pendek kata, lewat buku setebal 608 ini Amtrong ingin menyadarkan kepada umat manusia bahwa keberadaan Tuhan dan agama merupakan sesuatu yang harus diyakini secara komprehensif. Tidak hanya terampil dalam rumah-rumah ibadah, tapi betul-betul nampak dalam konteks kehidupan sosial masyarakat untuk menebarkan perdamaian di tengah-tengah mereka. Selain itu, penulis lewat buku ini juga telah membuktikan bahwa ateisme benar-benar telah meleburkan diri pada nihilisme belaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kOMENTAR ANDA