Minggu, 25 Januari 2009

PENDIDIKAN MATERIALISTIK Vs PENDIDIKAN MORAL


Oleh: Muhammad Rajab*
Di antara problematika yang sedang dihadapi bangsa Indonesia adalah krisis multidimensi, mulai dari krisis ekonomi yang menyebabkan kemiskinan hingga krisis pendidikan yang menimbulkan kebodohan dan rusaknya moral bangsa. Akan tetapi, sebenarnya terjadinya krisis multidimensi tersebut semuanya berawal dari rusaknya atau krisis pendidikan. Karena pendidikanlah yang membentuk semuanya.
Banyaknya pengangguran yang disebabkan oleh lemahnya nilai-nilai pendidikan mengakibatkan merosotnya sistem kehidupan di segala bidang. Seperti, intimidasi terhadap rakyat yang lemah, ekonomi yang merosot dan kerusakan moral yang terjadi di berbagai tempat merupakan dampak dari lemahnya pendidikan, atau mereka berpendidikan tetapi paradigma pendidikan yang ada pada mereka adalah paradigma pendidikan barat yang materialistik. Sementara itu, pendidikan materialistik terbukti telah gagal melahirkan manusia beradab yang sekaligus menguasai iptek.
Disebabkan oleh paham materialisme yang masuk pada pendidikan kita, makanya tidak jarang ditemukan siswa atau pelajar yang belajar di sebuah lembaga, khususnya di Perguruan Tinggi hanya berorentasi pada pekerjaan. Mereka lupa terhadap tujuan pendidikan yang sebenarnya. Mereka bangga hanya dengan mendapatkan sertifikat kelulusan walaupun pada hakikatnya ilmu yang mereka dapatkan tidak sesuai dengan ijazah/sertifikat yang mereka terima. Sehingga lahirlah manusia-manusia yang hidupnya hanya untuk uang. Akibatnya, mereka bekerja tidak pernah memperhatikan apakah hasil yang dicapai dari hasil yang halal atau haram.
Padahal tujuan utama pendidikan adalah tidak hanya menitiok beratkan pada kemampuan intelektualitas seseorang, akan tetapi juga pembentukan moral dan peningkatan iman kepada Tuhan yang Maha Esa. Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 dijelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan
Dan fenomena yang marak terjadi di masyarakat kita saat ini adalah para bapak dan ibu menyekolahkan anaknya hanya berorentasi pada pekerjaan semata, tanpa memperhatikan nilai-nilai pendidikan yang sesungguhnya. Ukuran keberhasilan pendidikan bagi anaknya bukan lagi perbaikan tingkah laku, keilmuan dan bukan pula kualitas yang diperolehnya, itu bahkan jarang terpikirkan. Tetapi yang ada adalah anggapan setelah menjadi sarjana anak memperoleh pekerjaan sesuai dengan tingkat pendidikannya. Yaitu pekerjaan yang akan segera memperoleh sejumlah uang yang diharapkan. Bila perlu, dengan jalan apapun ditempuhnya untuk segera memperoleh lapangan kerja yang diinginkan.
Tujuan pendidikan bergeser dari nilai mulia, ilmu, terampil, cendikiawan, akhlak terpuji, menjadi tujuan jangka pendek, yaitu mencari pekerjaan dan pada akhirnya adalah untuk uang. Akibat dari tujuan pendek inilah kemudian muncul pemalsuan nilai ijazah, transkip, NEM, skripsi dan lainnya seperti yang terjadi akhir-akhir ini. Semua itu dilakukan sebagai jalan pintas bagi seorang calon sarjana untuk memenuhi persyaratan pasar pekerjaan dan bagi orang tua siswa untuk memenhuhi persyaratan memasuki pendidikan yang dinginkan. Manipulasi seperti ini adalah termasuk pelecehan terhadap dunia pendidikan.
Perbuatan di atas juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan mental anak menjadi mental uang, apalagi setelah didukung dengan sistem pendidikan materialistik yang mengabaikan nilai-niiai agama dan nilai-nilai normative serta nilai-nilai moralitas. Yang diberikan kepada siswa hanya pendidikan yang bisa mengantarkan siswanya supaya mudah mendapatkan pekerjaan, sehingga moral para siswa jauh dari tingkah laku yang beradab. Paradigma pendidikan seperti ini merupakan salah satu paradigma pendidikan barat yang materialistik. Karena ciri khas pendidikan barat adalah konsepsi egoistik (how to be) dan konsepsi Materialistik (how to do).
Padahal seharusnya tidak hanya dua pilar tersebut, akan tetapi semua pilar pendidikan hendaknya dapat menjadi tujuan utama dalam membetuk pribadi peserta didik. Adapaun pilar-pilar pendidikan tersebut adalah how to be (belajar untuk membentuk diri), how to do (belajra untuk berbuat) , how to lern (belajar untuk belajar) dan how to life together (belajar untuk hidup bersama).
Selain itu, pendidikan yang materialistik juga memberikan kepada siswa suatu basis pemikiran yang serba terukur secara material serta mengingkari hal-hal yang bersifat non materi. Bahwa hasil pendidikan haruslah dapat mengembalikan investasi yang telah ditanam o;eh orang tua siswa. Pengembalian itu dapat berupa gelar kesarjanaan, jabatan, kekayaan, atau apapun yang setara dengan materi.
Paradigma pendidikan seperti ini yang akan merusak moral bangsa Indonesia. Sehingga mayoritas penduduk bangsa ini menjadi amoral dan jauh dari nilai-nilai mulia pendidikan, moralitas dan agama. Akhirnya, dengan mudah bangsa-bangsa luar menjajah dan mempermainkan bangsa kita. Buktinya, penetrasi budaya luar dengan mudah masuk di negara kita yang notabene non muslim. Ini semua akibat hilangnya nilai-nilai pendidikan dari bangsa kita.
Untuk mengembalikan keadaan ini diperlukan adanya perubahan paradigma pendidikan. Dari paradigma pendidikan barat yang materiastik menuju paradigma pendidikan yang benar, yaitu pendidikan yang berorientasi pada baiknya moral peserta didik. Karena inilah yang akan mengangkat derajat bangsa. Sebab, lemahnya nilai-nilai pendidikan akan mengakibatkan rendahnya derajat dan martabat bangsa sebaliknya kuatnya nilai-nilai pendidikan akan mengangkat derajat dan martabat bangsa.
Oleh karena itu, hendaknya pendidikan moral menjadi prioritas kita bersama. Sebab dengan pendidikan moral tersebut kita dapat mengubah keadaan bangsa menjadi lebih baik dan mengangkat derajat bangsa di masyarakat dan di mata negara-negara asing.
*Penulis adalah Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kOMENTAR ANDA