Sabtu, 24 Januari 2009

MENGATASI KEMISKINAN DENGAN SODAQOH

Oleh: Muhammad Rajab*
Secara sosiologis, shodaqoh memiliki makna penting dalam membangun kehidupan yang harmonis di masyarakat. Ini telah dibuktikan oleh Rasulullah bersama para sahabatnya dalam menciptakan rasa kasih sayang antarsesama mereka. Seperti yang terjadi pada kaum anshor (pengikut nabi yang ada di Madinah) saat Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, para sahabat anshor langsung menyambutnya dengan senang hati dan memberikan separuh harta mereka kepada kaum muhajirin (pengikut nabi yang hijrah dari Makkah ke Madinah).
Selain itu, ditinjau dari segi ekonomis, shodaqoh mempunyai peran penting dalam membantu masyarakat miskin yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Karena pada hakikatnya objek utama shodaqoh adalah orang-orang miskin, walaupun masih banyak yang lain, namun yang paling utama adalah orang fakir dan miskin.
Peranan shodaqoh semakin pengaruh atau kontribusi signifikan jika dihubungkan dengan kondisi masyarakat Indonesia sekarang. Mayoritas masyarakat Indonesia saat ini berada di bawah garis kemiskinan. Menurut Wapres bahwa jumlah angka kemiskinan di Indonesia mencapai 30 juta jiwa.
Sementara itu, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten mencatat jumlah kemiskinan mengalami kenaikan. Jika tahun 2006 tercatat 786.700 keluarga miskin, tetapi pada awal tahun 2008 menjadi 886.000 keluarga. Jika satu keluarga terdiri dari suami, istri, dan satu anak, maka jumlah orang miskin di Banten mencapai 2.685.000 orang, dari 9,5 juta penduduk Banten.
Kondisi seperti itu memberikan implikasi yang buruk terhadap kondisi kesehatan masyarakat. Di ataranya, seperti bertambahnya anak balita yang kekurangan gizi atau yang mengalami gizi buruk. Kondisi mereka dari tahun ke tahun semakin mengkhawatirkan. Menurut data secara global di Indonesia tahun 2006 kasus balita yang terkena gizi buruk mencapai angka 4,2 juta jiwa.
Selain itu, contoh dampak dari kemiskinan juga adalah peristiwa yang terjadi di Makasar pada tahun 2007 lalu. Yaitu, Kematian seorang ibu hamil dan anaknya akibat kelaparan. Padahal, dana yang dianggarkan pemerintah untuk penanganan gizi buruk tidak sedikit. Pada tahun 2007, dana yang diberikan oleh pemerintah pusat ke daerah itu mencapai Rp 600 miliar.
Jika diteliti lebih jauh ada beberapa penyebab yang menimbulkan kemiskinan, menurut Ali Yafie bahwa beberapa penyebab tersebut adalah pertama, kelemahan, yang meliputi kelemahan hati dan semangat, kelemahan akal atau ilmu, serta kelemahan fisik. Semuanya mengurangi daya pilih dan daya upaya manusia sehingga tidak mampu menjalani fungsinya sebagai pembuat, pembangun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kedua, Kemalasan. Tidak diragukan lagi bahwa sifat ini merupakan pangkal dari kemiskinan. Karena orang yang sedikit ilmunya itu disebabkan oleh kemalasan, dan akhirnya memberikan implikasi negatif terhadap kondisi ekonominya. Maka sangat tepat apa yang dikatakan pepatah bahwa akhir dari kemalasan adalah penyesalan.
Ketiga, Ketakutan. Rasa takut yang dimaksudkan adalah takut untuk mencoba dalam memulai sesuatu. Hal ini merupakan salah satu penyebab dari kegagalan. Dalam hal ekonomi, rasa takut dapat menjadi salah satu penyebab dari kegagalan seseorang dalam berbisnis sehingga menyebabkan kemiskinan. Orang-orang yang kaya itu pada awalnya didasari oleh mental berani dalam mencoba berbisnis atau dalam merintis pekerjaan lainnya.
Keempat, Kepelitan. Hal ini banyak bersangkutan dengan orang yang kaya. Dengan sifatnya yan pelit menjadikan saudara atau tetangganya yang kurang mampu terus berada dalam kemiskinan. Sehingga yang kaya tambah kaya dan yang miskin tambah miskin.
Kelima, Tertindih hutang. Terdapat banyak peringatan dalam ajaran Islam untuk berhati-hati supaya jangan sampai terjerat hutang. Karena hutang sangat membelenggu kebebasan baik di dunia maupun di akhirat. Apalagi orang-orang yang sudah terbiasa dengan membiaya hidupnya dari utang akan sulit sekali mengangkat dirinya dari lumpur kemiskinan.
Keenam, Diperas atau dikuasai oleh sesama manusia. Hal ini juga merupakan penyebab timbulnya banyak penderitaan dan kemelaratan, baik pada tingkat perorangan maupun pada tingkat masyarakat, bangsa dan negara. Pemerasan manusia kuat menimbulkan sistem perbudakan, dan pemerasan manusia kaya menimbulkan sistem riba. Pemerasan pada tingkat masyarakat, bangsa dan negara menimbulkan sistem kapitaslisme. Kenyataan yang ada di negeri-negeri jajahan membuktikan dengan jelas betapa besar kemiskinan yang memelaratkan masyarakat berabad-abad lamanya sebagai akibat langsung dari sistem kapitalisme.
Adapun menurut Soerjano Soekarno bahwa secara sosiologis timbulnya kemiskinan disebabkan oleh lembaga kemasyarakatan yang tidak berfungsi dengan baik, khususnya lembaga kemasyarakatan di bidang ekonomi.
Setelah kita mengetahui kondisi kemiskinan yang sedang menimpa rakyat Indonesia saat ini, maka perlu diadakan perbaikan dan upaya-upaya untuk mengentaskan mereka dari jerat kemiskinan.
Di dalam Islam sudah terdapat penyelesaian kemiskinan, yaitu sodaqoh. Ini telah dibuktikan oleh Rasulullah dan para sahabatnya dalam mengentaskan masyarakat dari kemiskinan saat itu.
Menurut perspektif Islam bahwa pada hakikatnya harta yang dimiliki seseorang merupakan titipan dari Allah SWT, yang kelak akan dikembalikan kepadanya. Di dalam harta tersebut terdapat hak bagi orang-orang yang tidak mampu. Sehingga wajib bagi yang mampu untuk menyalurkan hartanya kepada yang berhak.
Shodaqoh merupakan salah satu cara yang efisien dalam menyalurkan harta yang dimiliki oleh seseorang kepada orang yang membutuhkan. Karena jika dilihat lebih jauh, ada dua kandungan besar yang terdapat di dalam shodaqoh. Yaitu, kandungan vertikal dan dan kandungan horizontal.
Kandungan vertikal nampak dalam hubungan seseorang dengan Sang Pencipta (hablum minallah). Seseorang yang mengeluarkan hartanya untuk orang miskin atau orang lain yang membutuhkannya, maka dia akan mendapat balasan yang layak dari Allah SWT berupa pahala. Ini sebagai bekal di kehidupan abadi nanti.
Adapun kandungan horizontal nampak dalam hubungan sosial seseorang dengan sesama (hablum minannas). Secara tidak langsung, jika antar yang satu dengan yang lain saling memberi, dalam artian bahwa yang mempunyai kelebihan harta memberikan kepada yang kekurangan harta (miskin), maka akan terjalin rasa kasih sayang antar sesama. Sehingga kondisi sosial dalam masyarakat akan menjadi tentram dan harmonis.
Dengan demikian bagi ummat Islam shodaqoh merupakan satu keharusan yang harus dilaksanakan oleh orang-orang yang mampu. Dalam hal ini, KH. Ahmad Dahlan pernah berkata ketika menafsirkan surat Ali-Imron ayat 92 bahwa jika seseorang belum berani melukai kulitnya, maka dia tidak dikatakan muslim sejati. Maksudnya, jika orang Islam itu belum berani menyerahkan harta yang paling dicintai untuk kepentingan Islam, sesungguhnya keislamnya masih diragukan (belum kaffah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kOMENTAR ANDA